Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengapa Karya Burukpun Berhasil Menjadi Juara?

26 Oktober 2015   00:46 Diperbarui: 26 Oktober 2015   01:00 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke Ang Tek Khun. Saya menduga Kompasianer yang kabarnya tinggal di KL ini TIDAK mengetahui ‘keajaiban’ akan dua hal penting tersebut, sama seperti pengakuan Desol yang katanya tak paham sedikitpun tentang sastra, namun dengan beberapa keadaan yang agak anomali, nyatanya tetap mampu membuat karya yang gurih-gurih asyoi tapi ngehek itu.

Apa ide yang digadang Ang Tek Khun?

Cuma ide yang amat biasa, yaitu tentang cinta yang normal-normal saja. Hanya saja cinta versi Ang Tek Khun memiliki beberapa keistimewaan.

Pertama, cinta tersebut mengandung konflik kesedihan yang mendalam namun tak terjebak melow guslaw, alay, lebay juga melambai, yang jika boleh saya sarankan, Ang Tek Khun sepertinya cocok jika menjadi motivator bagi grup ababil yang susah move on dari putus cintanya…^_

Kedua, pilihan paragraf pembuka Ang Tek Khun top cihuy, langsung menjambak pembaca untuk berkecipak di ruang imajinasi penuh rasa, mengingatkan saya pada paragraf pembuka yang dipakai Ayu Utami pada novel “Saman”. Walau kadang saya berpikir, alangkah baiknya jika dua paragraf pembuka tersebut dirombak lalu digabung menjadi satu paragraf cantik penuh warna dan rasa. Tapi biarlah itu menjadi urusan pengarangnya.

Siapa Ayu Utami? Kalo tak salah ingat, beliau sastrawan muda yang pasca memenangkan lomba Dewan Kesenian Jakarta, namanya langsung dempet dengan Helvy Tiana Rosa, yang mesti berlelah-lelah menapaki jalur sastra melalui media islami yang penuh gejolak.

Yang satu penulis Kristiani, yang lainnya penulis Islami, dan keduanya super terampil menggunakan sudut agama mereka dalam karya tanpa perlu sok agamis atau justru amat monoton. Juga super berani mendobrak hal-hal tabu yang ada pada keyakinan semasingnya. Keren…^_

Ketiga, Ang Tek Khun  amat berbakat menjadi ‘penipu ulung’, yang lincah melompat dari paragraf bersudut pandang ‘aku’ ke paragraf tokoh Andra Prasetya. Dan ini adalah sebuah pilihan yang amat berani mengingat tak semua juri di even fiksi FC memiliki kemampuan bersastra yang mumpuni.

Jika saja Ang Tek Khun sial, maka karyanya saya pastikan akan langsung dilempar ke tong sampah karena juri menganggapnya kurang konsisten dalam menggunakan ‘point of view’. Oh, ya. Dalam hal ini sayapun sempat tertipu dan agak heran juga menyayangkan waktu membaca untuk yang pertama kali.

“Kenapa karya sebagus ini memiliki cacat yang amat parah? Alangkah sayangnya!” demikian pikir saya waktu itu, yang setelah membaca ulang sambil ngopi, barulah saya sadar, bahwa saya telah kena tipu. Jadi pesan moral pada paragraf ini adalah: “Mengopilah, jika memang anda tak ingin menjadi korban penipuan, haha…^_”.

Bagaimana dengan jiwa yang ada pada karya Ang Tek Khun?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun