Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dunia Fiksi yang Aneh

5 Oktober 2015   03:18 Diperbarui: 5 Oktober 2015   03:18 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Suatu hari, pemuda tersebut bermimpi bahwa tengah malam ibu jarinya yang hilang merayap ke dalam selimut dan berteriak mengagetkan jari-jemari lain yang masih tersisa di tangannya yang tengah pulas bersama dirinya.

Karena kaget, serentak jari-jemari si pemuda berhamburan meninggalkan tangan.

Jari tangan berlari menuju panggung politik dan menunjuk apa saja dan siapa saja yang dirasa tidak sejalan.

Lain lagi dengan jari tengah. Karena perangainya agak sarkas, jari tengah memilih untuk mengadu nasib ke Amerika, dan langsung menjadi simbol caci-maki anak muda di sana dengan cara mengacungkannya ke lawan.

Nasib paling manis agaknya dialami oleh jari manis. Ia terus dicari setiap kali ada yang ingin bertunangan, atau langsung dilingkari cincin kawin bagi para jomblo yang ngebet melepas kesendiriannya yang mengenaskan.

Dan takdir terburuk harus dialami si bungsu kelingking, yang terjebak ritual janji kalangan mafia Jepang, hingga harus berkali-kali dipenggal dari tangan ke tangan.

 

“Bagaimana dengan kisah si ibu jari biang kerok tersebut?” tanpa sadar Christian Kelvin bertanya. Hatinya penasaran luar biasa sebab tadi telah disindir sebagai kakek tukang dongeng berusia renta.

“Karena merasa bersalah, ibu jari kembali menempel ke tangan si pemuda.” Jawab Desol.

“Tapi si pemuda yang telah kehilangan seluruh anggota jemarinya, akhirnya tak dapat lagi membuat postingan di Kompasiana. Dengan penuh haru, si pemuda bersyukur karena masih bisa meng-klik vote ‘tobat’ di lapak Kompasianer yang lain. Dan ia merasa hal itu jauh lebih menyelamatkannya dari dosa ketimbang ketika jarinya lengkap dia justru menggunakannya untuk mengetik postingan maksiat, artikel penuh hujat, serta komentar yang menandakan pikiran cupat dan otak penuh karat…” wejang Desol kepada Christian Kelvin, yang sekaligus juga menyentil telinga penulis cersil usil ini serta pembaca setianya, membuat suasana kuil Partai Fiksiana Community langsung lebih sepi nyenyet dibanding kuburan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun