Pernah suatu kali waktu nongkrong di Lamceng, teman saya berkata sambil tertawa, “Lo jangan lewat SMU Anu, Bay... Muke lo ngeselin, kaya Cina Benteng...!” Dan sambil nyengir sendiri saya tetap pulang lewat sana, walaupun saya tahu Sekolah Anu yang nganu-anu itu memang sedang tidak mesra dengan sekolah saya. Enggak gue pikirin...
Hanya saja saya tetap tak habis pikir dengan tingkah dan polah dari sosok-sosok nan halus itu. Mungkin lingkungan yang keras menjadikan saya sosok yang tidak peka, terutama terhadap hal-hal yang berhubungan dengan hati. Teramat sering saya sikapi mereka dengan cara yang amat kasar, atau paling mudah dengan menghindari mereka sebisa mungkin. Bersikap tak acuh, dan menganggap seakan-akan mereka tak pernah ada.
Tapi bahkan dengan semua sikap konyol tersebut, dan juga dengan tampang ngeki-in yang -katanya- terlihat seram saat sedang diam, tetap saja saya masih banyak direpotkan oleh wanita, juga makhluk yang setengah wanita!
Saya masih ingat betapa cuma nyengir bego dan berdiri canggung di samping ranjang saat teman SMP telah siap di tempat tidur, yang sambil tersenyum agak malu berbisik, “Hayyuu...”.
Atau dengan situasi yang agak berbeda istri teman menunjukkan ajakan yang sama, bertahun-tahun setelah saya lulus SMU. Juga pengakuan ekslusif junior cewek yang liar dan tak terkendali dengan isi kebun binatang dari mulutnya pada saat inisiasi, yang katanya mendadak sejinak bayi merpati saat melihat saya. Atau betapa pucat dan panas dinginnya saya saat pipi dielus dengan maknyus oleh setengah cewek separuh cowok ketika melenggang di Blok M kala ABG.
Masih terekam kuat dalam memori saat suatu hari, saya langsung melesat sangat cepat karena tak berhasil meyakinkan si cantik penjaga wartel yang kesambet setan bengong, yang menatap tanpa berkedip menit ke menit karena terlalu pede memfitnah saya sebagai vokalis Five Minutes. Walau saya tentu saja tak pernah pegang mic sambil bersarung-ria seperti yang pernah heboh dalam video klip grup band tersebut!
Atau tatkala agak pusing dan terbengong-bengong dibangunkan tidur pagi buta dari lincak ruang tamu dengan kata-kata, “Mas...! Mas...! Kawin, yuk...” di wilayah tengah Pulau Jawa.
Juga ketika ada ibu yang menawarkan perawan cantiknya untuk saya nikahi, padahal jelas-jelas perawan tersebut belum lagi lepas SMP, seakan-akan saya adalah pengagum berat Syeh Puji.
Tak berhenti sampai di situ, di sebuah daerah yang lainnya lagi saya kembali (lagi-lagi) diberi lampu hijau untuk menjadi ulat bulu, yang disodorkan daun muda anak pemasok limbah pabrik yang baru usai sekolah, yang setelahnya membuat saya kelimpungan menyikapinya dengan sebijak mungkin. Tentu saja bijak menurut versi saya pribadi.
Yang paling aneh dan mungkin tak akan pernah bisa saya mengerti, barangkali cuma Si Putri Kunang-kunang. Wanita dengan prototive yang cukup dekat dengan Arumi Bachin dan Shireen Sungkar ini membuat saya bingung dan kejeglung, karena katanya, dia tak mencintai saya: Namun melakukan segalanya buat saya...!!!
Sementara pada sebuah resepsi, mempelai wanita teman begitu mesra menatap dan menggelitik tangan saat saya beri ucapan selamat, yang setelahnya lantas saja memaksa saya banyak menghindarinya sebab menjadi teman selingkuh jelas bukan cita-cita tertinggi saya, walau saya akui pengantin itu cukup cantik dan menggoda. Dan masih beberapa kali lagi berlanjut di lokasi, waktu serta dengan sosok yang beragam gaya.