Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Cinta, yang Belum Lagi Memiliki Judul

4 Juli 2015   01:04 Diperbarui: 4 Juli 2015   01:08 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada kata-kata yang terucap. Hanya anggukan. Sebuah anggukan yang berarti ’ya’ untuk hidayah dan ‘selamat tinggal’ bagi masa lalu. Sejak saat itu, tak ada lagi yang namanya pulang bersama bagi Rado. Tak ada lagi.

Tapi kenangan yang telah sempat merasuki hari-harinya, begitu saja meneteskan kerinduan. Dari hari ke hari, kerinduan Rado semakin tebal. Kerinduan kepada sosok yang telah hijrah itu.

Hampir semua yang ia mampu telah ia lakukan, untuk mengusir kerinduan itu. Tapi bukannya berkurang, justru perasaan itu kian dalam menghujam hingga jauh ke ceruk terdalam yang ada di hatinya. Dan kerinduan yang bergelisahan itu terus saja meraung-raung, memaksanya untuk mencoba kembali ke masa lalu. Dibuatlah janji dengan Dahlia.

“Maaf, aku membawa seorang teman,” ucap Dahlia sesampainya di kantin sekolah.

“Mengapa?” tanya Rado dengan gelisah. Suaranya terdengar seperti sedang menahan sesuatu.

“Tak apa-apa. Aku hanya tak ingin ber-khalwat denganmu,” jawabnya, dengan tetap menunduk.

 Rado tertawa kecil. Suaranya terdengar patah dan amat kering. “Bagaimana mungkin kita ber-khalwat? Sengaja kupilih tempat yang paling tengah, dan bukan di pojok sana,” ucapnya seraya menunjuk tempat yang biasa mereka duduki.

“Aku hanya berjaga-jaga.”

“Tapi kantin cukup ramai, bukan? Please, beri aku kesempatan.”

Dengan agak enggan, akhirnya Dahlia meminta temannya untuk pindah. Tapi ia tetap menunduk. Menunggu.

Jengah, Rado memandang wajah di hadapannya. Keinginannya maju-mundur. Sesaat ia membuka mulut, tapi sesaat pula ia menutupnya kembali. Ia ingin cinta, tapi ia khawatir cinta di depannya terluka. Ia ingin membagi kerinduannya, tapi ia khawatir kerinduan itu justru akan membuat kerinduan di hadapannya gelisah. Akhirnya, ia bangkit dari kursi, dan terus berjalan keluar kantin. Ia telah kalah. Dan cintalah yang mengalahkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun