Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Cinta, yang Belum Lagi Memiliki Judul

4 Juli 2015   01:04 Diperbarui: 4 Juli 2015   01:08 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan waktu menjadi begitu berlari bagi Rado sebab cinta, memacunya untuk lebih bersegera. Tak terasa, dua belas bulan sudah ia lalui bersama Dahlia, bersama rangkaian bunga yang tertata kian indah di hatinya. Hingga suatu saat, sebuah perubahan melanda sekolahnya. Perubahan yang dibawa oleh para alumni SMUnya lewat BTA yang mereka buat. Para alumni itu, yang sebagian besar masih kuliah, menyumbangkan ilmunya kepada adik-adik kelasnya, setiap Sabtu. Tidak hanya pelajaran umum, mereka juga memberikan kajian tentang Islam secara lebih mendalam.

Sabtu berganti Sabtu. Tak terasa enam bulan sudah ia dan Dahlia mengikuti BTA. Hingga pada Sabtu yang kedua puluh lima Dahlia mengutarakan keinginannya untuk berjilbab.

Esoknya, beberapa kejap ia sempat terpana ketika bertemu dengan Dahlia. Inikah Dahlia? Alangkah anggunnya! Alangkah dahsyatnya pengaruh sepotong kain penutup kepala itu, hingga mampu menorehkan mentari pada wajah pemakainya. Dan keterpanaan itu disungginya terus hingga ia mengantar Dahlia pulang.

Sepanjang perjalanan mengantar itu ia terus membisu. Berbagai pikiran silih berganti di hatinya. Tentang sesuatu, yang berhubungan dengan jilbab Dahlia. Tentang uraian-uraian lembut yang selalu mengalir dari pengajar BTAnya. Tiba-tiba saja ia merasa sangat cemas. Sebuah kehilangan membuat sketsa di benaknya. Kehilangan yang besar. Sangat besar. Kehilangan Dahlia.

Inikah saat itu, pikirnya, bersamaan dengan kalimat Dahlia yang nyaris persis. Hanya merubah ‘kah’ dengan ‘lah’.

“Saat apa?” ucapnya mencoba bertahan. Tapi keteduhan di mata Dahlia membuat pertahanannya segera bobol. Ya, dengan Dahlia ia memang tak pernah butuh segudang kata-kata. Cukup lewat mata dan senyuman. Sebab Dahlia adalah dirinya. Adalah kumpulan binar yang selalu menyemarak di setiap langkahnya.

“Aku telah hijrah kini,” katanya.

“Ya,” suara Rado terdengar patah, seperti ranting kering yang terinjak hingga remah.

“Atas nama cinta, izinkan aku meraih cinta –Nya,” lanjutnya lagi dengan lembut. Ada fibrasi tipis yang mengalir dalam kelembutan itu.

Sesaat Rado merasa ragu. Tapi wajah bening di depannya melarikan keraguannya entah kemana. Bagaimana mungkin ia mampu menolak pinta darinya, dari wajah yang selalu memberikan senyum, tawa juga pelangi dalam setiap kesehariannya. Pada wajah yang setiap permohonannya, adalah kehormatan bagi Rado untuk mewujudkannya. Pada wajah yang …

“Berjanjilah,” pintanya, “Berjanjilah bahwa kaupun akan berada di jalur ini...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun