Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Cinta, yang Belum Lagi Memiliki Judul

4 Juli 2015   01:04 Diperbarui: 4 Juli 2015   01:08 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Melihat hujan yang sederas ini selalu mengenangkanku pada Rado,” mulainya.

“Rado?”

“Ya, Rado. Salah satu anak tetanggaku di sana,” ujarnya sambil menyebutkan nama sebuah tempat di pinggiran Surabaya. “Jika dia masih hidup, barangkali usianya tak berbeda jauh denganmu,” lanjutnya lagi dengan suara yang bergetar, penuh dengan derai kerinduan yang meretik- retik.

“Apakah ia sudah meninggal?” tanyaku dengan agak ragu.

Lelaki tua di depanku tak segera menjawab. Tangannya sibuk memutar-mutar gelas teh, meminumnya sedikit, lalu memutar-mutarnya lagi dengan gerak yang sama.

Agak lama juga keadaan itu berlangsung, hingga detik melahirkan menit dan menit menjelma sekumpulan diam yang menunggu resah. Dan ketika keresahan itu pecah, sebait kisah langsung meruah dari lidahnya.

Jika ada musim yang begitu penting bagi Rado, katanya memulai cerita, adalah musim hujan. Bukan karena ia begitu mencintai hujan sebab baginya, hujan tak lebih dari bulir-bulir yang menyemai basah segala yang disinggahinya. Hingga suatu hari, pandangannya terhadap hujan menjadi berubah sama sekali.

Tiba-tiba saja kami tak berada di teras lagi. Tak ada gelas teh di atas meja, juga tak ada lembar-lembar kuning yang jatuh ditiban hujan. Semuanya lenyap, berganti dengan pemandangan di sebuah kamar yang semrawut. Dan di dalam kamar yang tak genah itulah Rado duduk menekuri lantai. Wajahnya terlihat begitu kuyu, dengan rambut yang tersusun acak seperti ditumpuk lalu diaduk-aduk di atas kepalanya.

Sudah tiga hari ia tak keluar dari kamarnya, sejak pertemuan terakhirnya dengan Dahlia, sosok yang telah begitu kerap menghiasi kesehariannya. Tapi bahkan waktu yang selama itu tak mampu meredam segala riak yang menggelegak di dadanya, yang terus bergeliat-geliat dengan resah.

Berawal dari dua tahun yang lalu, ketika Dahlia mengajaknya untuk pulang bersama. Saat itu hujan tengah deras-derasnya. Dan ia tak membawa payung. Biasanya, hujan bukanlah sebuah masalah baginya. Tapi kali ini ia benar-benar butuh untuk tiba di rumah secepatnya. Hampir saja ia nekad menerobos hujan ketika pening di kepala memaksa langkahnya untuk undur. Dan payungpun berpindah tangan. Sejak saat itu ia tak pernah lagi pulang sekolah sendirian.

Dan kebersamaan yang begitu sering perlahan menerbitkan gemuruh di hati Rado. Gemuruh yang bertambah-tambah setiap kali ia bertemu dengan Dahlia, mengantar pulang, atau sekedar bertukar kata di kantin sekolah. Tiba-tiba saja ia merasa Dahlia tak lagi sekedar teman sekelasnya, melainkan serumpun bunga yang dengan cepat merambahi seluruh lekuk di hatinya. Bunga yang indah, sekaligus juga penuh gejolak. Dan segala gejolak itu mencapai puncaknya ketika ia, pada suatu hari yang basah, mengutarakannya kepada Dahlia. Dahlia tak menjawab. Tapi rona di pipinya adalah jawaban yang sangat raya bagi Rado, yang seketika memekar-harumkan rumpun-rumpun yang kian merimbun di dadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun