Berdasarkan pendekatan mantuq hadis-hadis itu, maka zakat fitrah dengan beras atau jagung pada dasarnya tidak sesuai dengan mantuq-nya, kedudukannya sama dengan mengeluarkan dalam bentuk qiimah (harga atau nilai barang).
Namun, benarkah demikian pesan utama Nabi saw., yaitu bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan hanya dalam bentuk kurma dan gandum?
Hemat kami, kalimat min tamrin atau min sya'iir dalam struktur kalimat di atas fungsinya bukan bayaan lit takhsiis (keterangan pengkhusus), melainkan bayaan lit tanshiish (keterangan penegas/prioritas) sesuai dengan situasi dan kondisi muzakki (wajib zakat) dan mustahiq (penerima zakat) di suatu daerah tertentu. Hal itu didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, dari sisi Muzakki
Kedua jenis makanan tersebut pada waktu itu lebih mudah didapat atau biasa dimiliki secara umum. Kondisi ini demikian itu dapat kita peroleh dalam praktik pembayaran zakat fitrah yang dilakukan oleh para sahabat sebagai berikut:
: : :
"Dari Ibnu Umar, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. ketika mewajibkan zakat fitrah, beliau bersabda, 'Satu sha' kurma, atau satu shaa' syair (gandum). Nafi berkata, 'Ibnu Umar Ra. bila berzakat tidak pernah mengeluarkan yang lain selain kurma. Pada suatu tahun ketika kurmanya rusak ia mengeluarkan satu sha' gandum sebagai pengganti kurma." HR. Abd bin Humaid, Musnad Abd bin Humaid, I:549, No. 1440)
Dalam riwayat lain, Nafi' menjelaskan dengan redaksi sebagai berikut:
"Sesungguhnya Ibnu Umar Ra. dalam berzakat fitri tidak pernah mengeluarkan yang lain selain kurma kecuali satu kali, ia mengeluarkan gandum." HR. Malik, Al-Muwatha :222, No. 778)
Â
"Ibnu Umar Ra. bila berzakat dia memberikannya dengan kurma. Kemudian penduduk Madinah kesulitan mendapatkan kurma, akhirnya Ibnu Umar mengeluarkan gandum." HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:549, No. 1440; As-Sunan al-Kubra, IV:160, No. 7467)