Zakat fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu laki-laki maupun perempuan muslim yang berkemampuan sesuai syarat-syarat yang ditetapkan.
Menurut tradisi Islam ( Sunnah ), Ibn 'Umar mengatakan bahwa Nabi Muhammad mewajibkan zakat Fitri bagi setiap budak , orang merdeka , pria, wanita, tua dan muda di kalangan umat Islam; satu Saa` kurma kering atau satu Saa` jelai / padi/beras sekelasnya. [1]
Tujuan utama Zakat Fitri adalah untuk memberikan kepada fakir miskin agar mereka dapat merayakan festival ( Idul Fitri ) bersama dengan umat Islam lainnya.
Setiap Muslim wajib membayar Zakat Fitri di akhir bulan Ramadhan sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah memungkinkannya untuk menjalankan puasa wajib. Tujuannya adalah:
Sebagai pungutan bagi orang yang berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits : Nabi, Allah berfirman, "Puasa di bulan puasa akan tergantung di antara bumi dan langit dan tidak akan dinaikkan ke Hadirat Allah tanpa membayar Zakat Fitri ."
Untuk memurnikan mereka yang berpuasa dari tindakan atau ucapan tidak baik dan untuk membantu yang miskin yang membutuhkan.
Pandangan terakhir ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Nabi Allah memerintahkan Zakat Fitri bagi mereka yang berpuasa untuk melindungi mereka dari perbuatan atau ucapan tidak baik, dan untuk tujuan menyediakan makanan bagi yang membutuhkan. Ini diterima sebagai Zakat bagi orang yang membayarnya sebelum shalat Id, dan itu adalah shadaqah bagi orang yang membayarnya setelah shalat. [4]
Zakat Fitrah adalah Wajib dan harus didistribusikan selama jangka waktu tertentu. Jika seseorang melewatkan jangka waktu tanpa alasan yang kuat, mereka telah berdosa dan harus menebusnya. Bentuk amal ini menjadi wajib sejak matahari terbenam di hari terakhir puasa dan tetap wajib sampai dimulainya shalat Id (yaitu sesaat setelah matahari terbit keesokan harinya). Namun, dapat dibayarkan sebelum periode yang disebutkan di atas, karena banyak sahabat (sahabat Nabi) biasa membayar Shadaqahul Fitri beberapa hari sebelum Idul Fitri. [5]
Setelah penyebaran Islam, para ahli hukum mengizinkan pembayarannya dari awal dan pertengahan Ramadhan untuk memastikan bahwa Zakat Fitri mencapai penerima pada hari Idul Fitri. Ditekankan secara khusus bahwa pembagian dilakukan sebelum sholat Idul Fitri agar mereka yang membutuhkan dapat menggunakan fitr untuk menafkahi tanggungannya di hari Idul Fitri.
Nafi` melaporkan bahwa sahabat Nabi, Ibn 'Umar, biasa memberikannya kepada mereka yang akan menerimanya dan orang-orang biasa memberikannya satu atau dua hari sebelum Idul Fitri. [6]
Ibn 'Umar melaporkan bahwa Nabi memerintahkan agar ( Zakat Fitrah ) diberikan sebelum orang pergi untuk menunaikan sholat (Idul Fitri).
Orang yang lupa membayar Zakat Fitri tepat waktu harus melakukannya secepatnya meskipun tidak akan dihitung sebagai Zakat Fitri .
Dalil membayar zakat fitrah dengan bahan makanan pokok adalah riwayat bahwa Rasulullah mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha' kurma kering atau gandum kering (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam "Menunaikan Zakat Fitrah Menggunakan Uang", dalil melaksanakan zakat fitrah dengan membayar sejumlah uang adalah firman Allah dalam Surah at-Taubah:9, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka". Dalam hal ini, pendapatnya adalah, ayat tersebut menunjukkan bahwa zakat asalnya diambil dari harta. Dengan demikian, karena uang termasuk harta, zakat fitrah dengan uang diperbolehkan.
Dalam situs web resmi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), diterangkan bahwa zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter untuk setiap jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok harus sesuai dengan kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Namun beras atau makanan pokok tersebut dapat diganti dalam bentuk uang yang nilainya sama.
besaran minimal yang diwajibkan
Ukuran kewajiban zakat fitrah bagi tiap orang sebanyak sha'an (1 sha'), sebagaimana diterangkan dalam hadis sebagai berikut:
"Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah satu shaa' dari kurma, atau satu shaa' dari syair (gandum) atas hamba sahaya, orang yang merdeka, laki-laki perempuan, anak kecil dan dewasa dari kalangan muslimin..." (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:547, No. hadis 1432)
Perlu diketahui bahwa Shaa' itu adalah istilah dalam ukuran isi/volume, bukan ukuran berat, seperti halnya liter bukan kilogram. Dan ukuran isi tidak mengalami perubahan walaupun yang ditakarnya berbeda jenis. Misalnya, 1 liter beras Karawang sama isinya dengan 1 liter beras Cianjur. Tapi lain halnya ketika hendak ditetapkan berdasarkan Kg, karena akan mengalami perbedaan tergantung jenis benda yang ditakarnya.
Adapun shaa' yang dimaksud di dalam hadis di atas ialah shaa' nabawi, yaitu shaa' yang berlaku di zaman Nabi saw. Bila dikonversi berdasarkan satuan isi, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut: 1 sha = 4 mud = 2770,47 cc = + 3,1 liter. Berdasarkan satuan isi, maka beras apapun yang dikonsumsi oleh muzakki, maka ukuran yang dikeluarkannya akan sama.
Sedangkan bila dikonversi berdasarkan satuan berat jenis, maka hasilnya dapat beragam. Dalam konteks inilah kita dapat memahami apabila para ulama berbeda pendapat tentang ukuran satu shaa' sebagai berikut:
Menurut satu pendapat, satu shaa' nabawi sebanding dengan 480 mitsqaal biji gandum yang bagus. Satu mitsqaal sama dengan 4,25 gram. Sementara 480 mitsqaal sebanding dengan 2040 gram. Berarti satu shaa' sebanding dengan 2040 gram atau 2,4 Kg. (Syarhul Mumti' , VI:176)
Sedangkan menurut pendapat Syaikh Abdullah Al-Bassam, satu shaa' nabawi adalah empat mud. Sementara satu mud setara dengan 625 gram, karena itu satu shaa' nabawi sama dengan 3000 gram atau 3 Kg. (Lihat, Tawdhih Al Ahkam Syarah Bulughul Maram, III:178)
Sementara menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili, 1 mud itu sama dengan 675 gram, berarti 1 sha' sama dengan 2751 gram atau 2,75 Kg. (Lihat, At-Tafsirul Muniir, juz 2, hlm. 141).
Berdasarkan ukuran yang telah disebutkan, maka kita bisa memperkirakan bahwa satu shaa' berkisar antara 2040 gram (2,4 Kg) hingga 3000 gram (3 Kg).
Berdasarkan satuan berat jenis, maka ukuran zakat yang dikeluarkan oleh muzakki pada hakikatnya tidak boleh sama tergantung jenis beras yang biasa dikonsumsi oleh masing-masing muzakki. Di sinilah terkadang "neraca menjadi miring", ketika membayar hak orang lain digunakan beras "Raskin" sementara yang dikonsumsi sehari-hari beras "super", misalnya. Karena itu, bila ditetapkan 2,5 Kg maka ini menunjukkan berat jenis beras yang rata-rata dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat di lingkungan kita.
Demikian pula, apabila dikonversi berdasarkan qiimah (satuan harga) maka disesuaikan dengan harga jenis beras yang bersangkutan. Karena itu, berdasarkan konversi qiimah, besaran zakat fitrah setiap tahun bisa jadi berubah sesuai dengan perubahan harga yang berlaku saat itu.
Ketiga, apakah makanan pokok menjadi syarat sah zakat fitrah?
Di dalam hadis-hadis tentang zakat fitrah, kita akan mendapatkan bahwa zakat fitrah itu berupa tha'aam (makanan). Adapun hadis-hadis itu sebagai berikut:
Ibnu Umar mengatakan, "Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah satu shaa' dari kurma, atau satu sha dari syair (gandum)" (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:548, No. hadis 1439)
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah satu shaa' dari kurma, atau satu shaa' dari syair (gandum), atas hamba sahaya, orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan dewasa dari kalangan muslimin. (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:548, No. hadis 1439)
Dari hadis-hadis di atas kita dapat mengetahui bahwa bahwa Rasulullah saw. menetapkan zakat fitrah dengan dua jenis makanan: kurma & gandum.
Apabila hadis-hadis diatas dibaca secara mantuq (makna tersurat) dan konsisten tidak akan menerima mafhum (makna tersirat), maka zakat fitrah yang wajib dikeluarkan terbatas jenisnya, yakni kurma dan gandum. Adapun kata Tha'aam pada hadis Abu Sa'id Al-Khudriy tidak dapat dimaknai makanan secara umum karena sudah ada bayaan tafshiil (keterangan terperinci) pada hadis-hadis di atas.
kalimat min tamrin atau min sya'iir dalam struktur kalimat di atas fungsinya bukan bayaan lit takhsiis (keterangan pengkhusus), melainkan bayaan lit tanshiish (keterangan penegas/prioritas) sesuai dengan situasi dan kondisi muzakki (wajib zakat) dan mustahiq (penerima zakat) di suatu daerah tertentu.
Berdasarkan pendekatan mantuq hadis-hadis itu, maka zakat fitrah dengan beras atau jagung pada dasarnya tidak sesuai dengan mantuq-nya, kedudukannya sama dengan mengeluarkan dalam bentuk qiimah (harga atau nilai barang).
Namun, benarkah demikian pesan utama Nabi saw., yaitu bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan hanya dalam bentuk kurma dan gandum?
Hemat kami, kalimat min tamrin atau min sya'iir dalam struktur kalimat di atas fungsinya bukan bayaan lit takhsiis (keterangan pengkhusus), melainkan bayaan lit tanshiish (keterangan penegas/prioritas) sesuai dengan situasi dan kondisi muzakki (wajib zakat) dan mustahiq (penerima zakat) di suatu daerah tertentu. Hal itu didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, dari sisi Muzakki
Kedua jenis makanan tersebut pada waktu itu lebih mudah didapat atau biasa dimiliki secara umum. Kondisi ini demikian itu dapat kita peroleh dalam praktik pembayaran zakat fitrah yang dilakukan oleh para sahabat sebagai berikut:
: : :
"Dari Ibnu Umar, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. ketika mewajibkan zakat fitrah, beliau bersabda, 'Satu sha' kurma, atau satu shaa' syair (gandum). Nafi berkata, 'Ibnu Umar Ra. bila berzakat tidak pernah mengeluarkan yang lain selain kurma. Pada suatu tahun ketika kurmanya rusak ia mengeluarkan satu sha' gandum sebagai pengganti kurma." HR. Abd bin Humaid, Musnad Abd bin Humaid, I:549, No. 1440)
Dalam riwayat lain, Nafi' menjelaskan dengan redaksi sebagai berikut:
"Sesungguhnya Ibnu Umar Ra. dalam berzakat fitri tidak pernah mengeluarkan yang lain selain kurma kecuali satu kali, ia mengeluarkan gandum." HR. Malik, Al-Muwatha :222, No. 778)
"Ibnu Umar Ra. bila berzakat dia memberikannya dengan kurma. Kemudian penduduk Madinah kesulitan mendapatkan kurma, akhirnya Ibnu Umar mengeluarkan gandum." HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:549, No. 1440; As-Sunan al-Kubra, IV:160, No. 7467)
Dalam riwayat Abu Dawud dan al-Baihaqi dengan redaksi:
"Kemudian penduduk Madinah sulit mendapatkan kurma pada suatu tahun, kemudian ia memberikan gandum." (Lihat, Sunan Abu Dawud, II:113, No. 1615; As-Sunan al-Kubra, IV:164, No. 7468)
Sehubungan dengan amal Ibnu Umar di atas, Imam al-Baji berkata:
"Perkataanya: 'Dia (Ibnu Umar) dalam berzakat fitri tidak pernah mengeluarkan yang lain selain kurma,' karena kurma adalah makanan pokoknya dan makan pokok penduduk Madinah, karena itu ia berpendapat bahwa zakat fitri itu tidak memadai dengan yang lain selain kurma, dan ia membatasi zakat fitri hanya pada kurma. Dan dapat dimaknai pula bahwa, ia mengeluarkan kurma---padahal gandum pun berkedudukan sebagai makanan pokoknya---karena ia berpendapat bahwa kurma lebih utama daripada gandum, meskipun dengan gandum memadai pula. Sungguh Asyhab berkata, 'Kurma lebih aku sukai untuk dikeluarkan di Madinah.' Dan aspek pertimbangan itu bahwa kurma adalah makanan pokok mereka yang lebih utama, karena hampir tidak ada makanan di sana selain kurma dan gandum. Adapun makanan pokok berupa qamh (biji gandum) maka jarang." (Lihat, al-Muntaqa Syarh al-Muwatha, II:45)
Dari sini dapat diambil kesimpulan, sebagaimana dinyatakan Ibnu Hajar, bahwa mereka (para sahabat) dalam berzakat fitri mengeluarkan jenis makanan pokok yang paling utama, dan kurma lebih utama daripada yang lainnya. (Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, III:376)
Pertimbangan bahwa kedua jenis makanan: kurma dan gandum, pada waktu itu lebih mudah didapat atau biasa dimiliki secara umum lebih diperkuat dengan sejumlah data faktual yang menunjukkan bahwa pada praktiknya para sahabat memperluas jenis makanan dari yang "ditetapkan" oleh Nabi saw.
Ibnu Umar menjelaskan:
"Dahulu orang-orang mengeluarkan zakat fitrah di zaman Nabi saw. sebesar satu sha' sya'iir (gandum), tamr (kurma), atau Sult (sejenis gandum yang berwarna putih tak berkulit) atau Zabiib (anggur kering)." (HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai, V:53, No. hadis 2516; As-Sunan Al-Kubra, II:28, No. hadis 2295)
Abu Said al-Khudriy menjelaskan:
"Kami mengeluarkan zakat fitrah 1 sha makanan atau 1 sha sya'ir (gandum), atau tamr (kurma), atau aqith (susu kering/keju), atau Zabiib (kismis/anggur kering)." (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:548, No. hadis 1439)
Dalam redaksi lain
"Kami pernah mengeluarkan zakat fitrah di masa Rasulullah saw. sebesar satu shaa' kurma,
satu shaa' gandum atau satu shaa' susu kering. Kami tidak mengeluarkan yang lain."
(HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai, V:53, No. hadis 2518)
Mengapa jenis makanannya diperluas? Kata Abu Sa'id:
"sya'ir (gandum), Zabib (kismis/anggur kering), aqith (susu beku/keju), dan tamr (kurma) adalah makanan kami" (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:548, No. hadis 1439)
Sehubungan dengan itu, meskipun Rasulullah saw. menetapkan zakat fitrah dengan dua jenis makanan: kurma & gandum, namun bila muzakki berzakat dengan zabiib (anggur kering) dan aqith (keju) maka penyerahan zakat mereka tetap diterima. Ibnu Umar menjelaskan:
- -
"Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kami agar mengeluarkan zakat fitrah atas anak kecil dan dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya, sebesar satu shaa' kurma atau satu shaa' syair (gandum). Dan diserahkan kepada mereka zabiib dan aqith, maka mereka tetap menerimanya." (HR. Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, IV:175, No. 7528)
Berbagai keterangan di atas menunjukkan bahwa:
- Para sahabat memahami hadis Nabi tentang zakat fitrah itu tidak secara mantuq (makna tersurat), namun secara mafhum (makna tersirat),
- Para sahabat memahami hadis itu bukan sebagai takhsis (pengkhususan), hal itu terbukti dengan diperluas jenis makanannya,
- Secara ekonomi, jenis pangan yang dimiliki oleh publik di zaman sahabat sudah lebih berkembang daripada zaman Nabi.
Kedua, dilihat dari sisi mustahiq
Kedua jenis makanan itu (kurma & gandum) lebih bermanfaat untuk orang miskin waktu itu sebagai thu'matan. Dalam hadis diterangkan:
Dari Ibnu Abas, ia berkata, "Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah sebagai pensuci bagi yang saum dari ucapan sia-sia dan kotor dan sebagai makanan bagi orang miskin." (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, I:585, No. Hadis 1609; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, I:585, No. Hadis 1827; Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, II:138, No. Hadis 1)
Para ulama menjelaskan:
"Dan kata thu'mah ialah makanan yang disantap." Dengan perkataan lain, thu'matan adalah makanan mudah saji dan siap santap. (Lihat Al-Ihkam Syarh Ushul al-Ahkam, II:172)
Dengan demikian berdasarkan pendekatan bayan lit tanshish (keterangan penjelas atau prioritas), dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pokok kewajiban zakat fitrah itu bukan "barangnya" melainkan "nilainya", yaitu 1 sha'. Sehubungan dengan itu, Abu Sa'id al-Khudriyi mengatakan:
"Saya tidak akan mengeluarkan zakat fitri selamanya kecuali sebesar 1 sha'."
Ukuran 1 sha' dapat dikonversi dalam ukuran isi (liter), berat (Kg), dan harga (Rp atau mata uang lainnya). Konversi ukuran itu pernah dilakukakan oleh Mu'awiyah sebagaimana diterangkan dalam hadis sebagai berikut:
Ia berkata, "Saya memandang bahwa 2 mud gandum Syam senilai dengan 1 sha kurma." Maka orang-orang mengambil konversi itu. (HR. Muslim, Shahih Muslim, II:678, No. hadis 985; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:113, No. hadis 1616; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, IV:165, No. hadis 7490)
Atas dasar pertimbangan di atas, hemat kami, para tabi'in sebagai murid shahabat Nabi saw., seperti Umar bin Abdul Aziz, al-Hasan al-Bishri, dan Atha telah menetapkan zakat fitrah oleh harga/uang (dirham). Waktu itu Umar bin Abdul Aziz menetapkan nilai 1 sha = dirham. (lihat, Mushannaf Ibnu AbiuSyaibah, II:398)
Besaran minimal zakat dan ukuran / jenisnya kalo di konversikan adalah :
TMR Rp. 750.000 - Rp. 1.500.000
Zbb Rp. 410.000 - Rp. 600.000
Syr Rp. 145.000 - Rp. 400.000
Thm Rp. 26.000 - Rp. 115.000
kalo saya melihat secara konteks bahwa kenapa ada besaran serta ukuran/ jenis zakat diatas itu karena setiap orang tidak harus sama zakat yang dikeluarkan bukan berarti karena makanan pokok kita beras terus semua kalangan sama mengeluarkan zakat sebesar 1 sha harga beras sekalipun itu presiden.
kalo menurut pemikiran saya sendiri bahwa seharusnya zakat yang dikeluarkan setiap orangnya harus lah berbeda sesuai kadar atau penghasilannnya. kenapa demikian karena zakat yang kita keluarkan dan kita salurkan kepada pakir miskin haruslah membawa efek panjang kedepan bagi keberlangsungan hidup nya. bukan hanya pada satu hari di idul fitri saja, namun zakat yang kita keluarkan bagaimana supaya mustahik atau para penerima zakat ditahun yang akan datang dia bukan lagi mustahik tetapi seorang muzaki. mungkin itu makna tersirat yang mungkin dapat saya cerna dari bebrapa reverensi baik dalil maupun tulisan serta pendapat beberapa ahli.
hal seperti inilah yang seharusnya dipikirkan bersama, karena disetiap idul fitri yang saya jalani disemasa hidup saya sampai saat ini zakat alfitri yang dikeluarkan selama ini tidak membawa efek atau membuat perubahan kepada sipenerima zakat atau mustahik. dikarenakan yang dikasih oleh kita para muzaki hanya sekedar untuk makan saja, dan itu tidak akan bertahan lama mungkin 1 hari atau 1 minggu juga habis selanjutnya mereka akan tetap fakir miskin kembali.
kenapa saya konversikan besaran atau ukuran jenis zakat diatas, karena menurut saya zakat yang dikeluarkan seorang presiden, pejabat, pengusaha tentu berbeda dengan zakat yang dikeluarkan oleh warga masyarakat biasa.
misalkan presiden secara kemampuan dia dapat mengeluarkan zakat dengan jenis Tamr kalo di konversikan kurang lebih Rp. 750.000 - Rp. 1.500.000 , berbeda dengan para pejabat atau pengusaha mungkin bisa syair atau zabib, begitupun rakyat biasa hanya bisa mengeluarkan zakat sebesar Tha'am atau beras berupa makanan pokok kalo dikonversikan kurang lebih Rp. 26.000 - Rp. 115.000.
Contoh sederhananya ada seorang pengusaha yang penghasilannya 10Jt/Bulan apakah akan sama Zakat yang dikeluarkan dengan seorang Buruh yang penghasilannya tidak tentu misalkan 500Rb/Bulan, apakah sama mengeluarkan Zakat alfitr seharga 1 Sha Beras.
Mngutip beberapa Hadis dibawah.
Dalam hadits Ibnu Umar ra: “Rasullah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu sha’ gandum.” (Muttafaq alaih, HR Bukhari no 1432, Muslim no 984)
Dalam hadits Abu Said al-Hudri beliau berkata, “Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’dari gandum atau satu sha’ dari jameed (makanan susu kambing yang dikeringkan) atau satu sha’dari kismis.” (Muttafaq alaihi, Bukhari no 1435, Muslim no 985)
Bahwa kalo kita mentafsirkan secara tekstual pasti ujung nya menyesuaikan bahan poko komoditas tertentu. Namun kalo kita perdalam lebih jauh lagi bahwa kenapa Rosull pada saat itu menuliskan beberapa macam zakat yang dikeluarkan untuk menjadi tolak ukur setiap orang apakah pantas seorang yang penghasilannya diatas 5jt mengeluarkan zakatnya sama dengan yang dikeluarkan oleh yang berpenghasilan tidak tentu yaitu 1 sha beras?...
kenapa demikian, karena kalo hal ini bisa diterapkan oleh kita khususnya di Indonesia mungkin tingkat kemiskinan akan berkurang. dengan diberikannya zakat sebesar itu kemudian dibagi rata kepada setiap mustahik yang ada di tempatnya atau kampungnya, suyukur syukur dapat dilaksanakan oleh seluruh lapisan warga masyarakat indonesia.
mungkin itu akan membuat sebuah perubahan atau efek jangka panjang bagi para mustahik minimal ditahun yang akan datang mereka sudah bukan mustahik lagi tetapi seorang muzaki. karena dengan nominal seperti itu dengan harapan setiap mustahik dapat memanfaatkannya sebaik mungkin guna keberlangsungan kehidupan jangka panjang, baik itu digunakan untuk bayar hutang, modal usaha ataupun investasi dll.
demikian artikel ini saya buat sedikit pendapat saya mengenai zakat alfitr selebihnya berasal dari literasi dan reveresnsi serta dalil yang mendukung. yang saya dapat mohon maaf apabila pendapat saya kurang benar atau dapat disanggah silahkan bisa komen artikel ini, mohon dimaklum karena kefakiran saya dalam literasi maupun referensi sehingga berpendapat seperti diatas.
regards
medh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H