Namun saat mengamati sekeliling, tidak ada satu pun tanda yang mengarah bahwa tempat ini sedang dihuni seseorang. Lorong tadi merupakan satu-satunya jalan masuk ke ruangan ini. Jalinan akar pohon yang lebat hingga lebatnya lumut yang tumbuh sudah jadi bukti bahwa tempat ini sudah lama terbengkalai.
Mata Dimas mulai tertuju pada tembok batu ruangan. Sebagian tembok tersebut tertutup oleh lumut dan cengkeraman akar pohon dari atas. Namun, sinar matahari membantunya untuk menangkap apa yang terukir di sana.Â
"Apakah ini gerakan menebas?" Tangannya mulai bergerak dari sisi satu ke sisi yang lain. Meraba setiap ukiran yang menurutnya tidak asing. "Jadi, semua ini adalah teknik pedang?"
Seluruh tembok ruangan itu terukir relief teknik dan jurus berpedang. Sebagian dari teknik yang terukir masih asing di matanya. Namun sebagai orang yang sudah dilatih ilmu pedang oleh ayahnya, Dimas memahami betul dasar gerakan yang membentuk jurus-jurus asing itu.
"Jadi, tempat ini mungkin sebuah kuil yang digunakan oleh seorang ahli pedang dahulu kala. Kemudian, tempat ini ditinggalkan begitu saja ditelan hutan atau sengaja disegel ...." Dimas hentikan penilaiannya terhadap tempat ini. Ia penasaran akan kekuatan pedang aneh yang ada di tangan kanannya.
Dimas coba alirkan sedikit tenaga dalam pada pedang tersebut. Seketika, terpancarlah sinar terang dan menari-nari seperti api pada mata pedang tersebut. Ia lalu arahkan pandangan menuju lorong. Tubuhnya condong ke depan dan kaki kanan jadi tumpuan. Lalu, ditebaskanlah pedang tersebut hingga memunculkan angin panas. Empasan angin itu lalu masuk ke lorong dan membabat habis akar-akar yang menghalangi jalan.
Terkejutlah Dimas melihat kehebatan pedang tersebut. Pedang tersebut ternyata memiliki kesaktian. Tenaga dalam yang kecil saja mampu menghasilkan serangan yang besar.
"Kau pasti menemukan jawabannya." Seketika ucapan terakhir orang tuanya dalam mimpi itu terlintas di benaknya.Â
Ia pandangi pedang sakti itu sekali lagi. Denyutan cahaya kuningnya serempak dengan degup jantung yang semakin berdebar untuk mengambil keputusan yang berat. Apa perlu ia kembali untuk merebut desanya? Keraguan mulai menyelimuti dirinya.
Dimas tidak yakin akan berhasil. Ia terlalu lemah untuk melawan Kebo Alas. Namun, bukankah Kebo Alas menggunakan gelang sakti untuk mengalahkannya? Sekarang, bukankah Dimas memiliki sebuah pedang sakti? Bukankah kekuatannya jadi seimbang?
Dimas termenung. Ia teringat bagaimana dirinya melakukan kesalahan waktu itu. Tindakan yang membuat orang tuanya tewas sia-sia di tangan Kebo Alas. Pikirannya mulai berat akan kesalahan yang telah diperbuat.