Meskipun membeli barang-barang mewah atau mengikuti tren terbaru mungkin memberikan kepuasan jangka pendek, perasaan tersebut biasanya tidak bertahan lama. Setelah euforia awal mereda, seseorang yang mengalami FOMO mungkin kembali merasa cemas atau tidak puas karena selalu merasa tertinggal dengan tren berikutnya. Ini memicu siklus pembelian berlebihan yang berulang, di mana mereka terus mencoba mengejar standar sosial yang terus berubah.
Pada akhirnya, keputusan untuk mengeluarkan uang melebihi kemampuan karena FOMO tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga bisa berdampak buruk pada kesejahteraan emosional dan hubungan seseorang. Menjadi lebih sadar tentang kebiasaan belanja, belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta mengelola tekanan sosial dengan bijaksana adalah langkah penting untuk menghindari jebakan FOMO.
4. Tergoda untuk Terus-Menerus Memeriksa Ponsel
Kebiasaan selalu mengecek gadget, terutama ponsel, menjadi salah satu ciri khas dari seseorang yang mengalami FOMO (Fear of Missing Out). Ketergantungan pada gadget ini muncul karena dorongan kuat untuk tetap terhubung dan mendapatkan informasi terbaru setiap saat. Seseorang yang mengalami FOMO merasa bahwa mereka tidak bisa "lepas" dari perangkat digitalnya, karena takut ketinggalan sesuatu yang penting, seperti berita, tren, atau aktivitas orang lain.
Contoh paling umum dari kebiasaan ini adalah mengecek ponsel segera setelah bangun tidur dan sesaat sebelum tidur. Orang yang mengalami FOMO merasa bahwa memeriksa notifikasi media sosial, email, atau pesan adalah hal pertama yang harus dilakukan begitu mereka membuka mata. Ini menjadi rutinitas yang sulit dihentikan, seolah-olah ada kebutuhan mendesak untuk selalu tahu apa yang terjadi di dunia luar, bahkan sebelum mereka memulai aktivitas harian.
Begitu pula sebelum tidur, kebiasaan ini muncul kembali. Alih-alih beristirahat dan menenangkan pikiran, mereka akan menghabiskan waktu mengecek postingan terbaru, berita, atau konten dari teman-teman di media sosial. Rasa cemas karena takut tertinggal informasi atau ketinggalan momen penting membuat mereka sulit untuk benar-benar menenangkan diri. Akibatnya, kebiasaan ini dapat mengganggu pola tidur, menyebabkan stres, dan bahkan memperburuk kesehatan mental secara keseluruhan.
Kebiasaan ini mencerminkan bahwa seseorang yang mengalami FOMO seakan tidak bisa berpisah dari gadgetnya, karena mereka merasa kehilangan kendali jika tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ini menciptakan siklus kecemasan yang terus-menerus, di mana seseorang merasa "tidak cukup" atau tertinggal karena perbandingan yang konstan dengan apa yang mereka lihat di layar gadget. Hal ini bisa berdampak pada kualitas hidup, mengurangi perhatian pada momen-momen nyata, dan membuat seseorang terisolasi dari pengalaman dunia nyata.
5. Mengatakan “Ya” Bahkan Disaat Sedang Tidak Ingin
Salah satu perilaku umum yang dialami oleh orang yang mengalami FOMO (Fear of Missing Out) adalah mengatakan "ya" pada ajakan, permintaan, atau aktivitas, meskipun mereka sebenarnya tidak tertarik atau tidak merasa nyaman. Ini terjadi karena mereka takut ketinggalan pengalaman atau momen sosial, dan tidak ingin merasa terasing dari lingkungannya. Orang yang mengalami FOMO cenderung merasa bahwa menolak suatu ajakan akan membuat mereka kehilangan kesempatan penting atau menarik, meskipun pada kenyataannya aktivitas tersebut tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi mereka.
Berikut beberapa alasan mengapa seseorang yang mengalami FOMO sering kali merasa terpaksa mengatakan "ya" meskipun sebenarnya tidak ingin:
a. Takut Ketinggalan Kesempatan