Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serangan Fajar Berlumuran Uang: Sebuah Kisah Demokrasi yang Tercoreng

14 Februari 2024   06:03 Diperbarui: 14 Februari 2024   06:15 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Jakarta, Bara menyelinap ke sebuah gedung tua yang disinyalir menjadi markas pembagian uang untuk praktik politik uang.

Menyamar sebagai petugas kebersihan, Bara berhasil masuk ke dalam. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana uang dibungkus dalam amplop dan dibagikan kepada orang-orang yang akan pergi ke daerah pemilihan.

Bara sigap mengambil foto dan merekam video sebagai bukti. Namun, aksinya ketahuan. Ia dikejar oleh para preman yang menjaga gedung itu.

Di London, kampanye edukasi online Rani mendapat sambutan positif dari WNI di luar negeri.

Banyak yang tergerak untuk ikut ambil bagian, menyebarkan informasi tentang pentingnya menggunakan hak pilih dengan jujur dan menolak politik uang.

Ketiga perjuangan itu, meski terpisah jarak, bersatu dalam semangat yang sama: menjaga demokrasi Indonesia dari ancaman praktik kotor.

Akankah perjuangan mereka membuahkan hasil? Siapa yang akan menang dalam pertarungan antara idealisme dan uang? Nantikan kelanjutan kisahnya...

Bab 3: Berani Bersuara, Bertaruh Masa Depan

Hari semakin sore, antrian di TPS Desa Sukamaju mulai menipis. Naya, Mak Inah, dan para pemuda desa masih berjaga-jaga, memastikan tak ada lagi upaya intimidasi. Meski tegang, mereka lega karena aksi mereka berhasil menghalangi praktik politik uang di desa mereka.

"Nay, kamu bener-bener pemberani. Nggak takut sama sekali menghadapi gerombolan preman itu," puji Asep, salah satu pemuda desa.

Naya tersenyum tipis. "Kalau kita semua diam, siapa yang akan melawan ketidakadilan ini, Sep?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun