Di Jakarta, Bara menyelinap ke sebuah gedung tua yang disinyalir menjadi markas pembagian uang untuk praktik politik uang.
Menyamar sebagai petugas kebersihan, Bara berhasil masuk ke dalam. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana uang dibungkus dalam amplop dan dibagikan kepada orang-orang yang akan pergi ke daerah pemilihan.
Bara sigap mengambil foto dan merekam video sebagai bukti. Namun, aksinya ketahuan. Ia dikejar oleh para preman yang menjaga gedung itu.
Di London, kampanye edukasi online Rani mendapat sambutan positif dari WNI di luar negeri.
Banyak yang tergerak untuk ikut ambil bagian, menyebarkan informasi tentang pentingnya menggunakan hak pilih dengan jujur dan menolak politik uang.
Ketiga perjuangan itu, meski terpisah jarak, bersatu dalam semangat yang sama: menjaga demokrasi Indonesia dari ancaman praktik kotor.
Akankah perjuangan mereka membuahkan hasil? Siapa yang akan menang dalam pertarungan antara idealisme dan uang? Nantikan kelanjutan kisahnya...
Bab 3: Berani Bersuara, Bertaruh Masa Depan
Hari semakin sore, antrian di TPS Desa Sukamaju mulai menipis. Naya, Mak Inah, dan para pemuda desa masih berjaga-jaga, memastikan tak ada lagi upaya intimidasi. Meski tegang, mereka lega karena aksi mereka berhasil menghalangi praktik politik uang di desa mereka.
"Nay, kamu bener-bener pemberani. Nggak takut sama sekali menghadapi gerombolan preman itu," puji Asep, salah satu pemuda desa.
Naya tersenyum tipis. "Kalau kita semua diam, siapa yang akan melawan ketidakadilan ini, Sep?"