Bagi Henny, selama bertahun-tahun menjadi pelatih, ia acapkali menjadi teman curhat dari orang-orang sekitarnya, baik atlet maupun sesama pelatih. Ada yang positif, ada yang berkecenderungan negatif. Baginya hal itu sangat lumrah. Karena pada dasarnya, emosi manusia tidak stabil. Apalagi bila sedang marah dan kecewa. Karena itu, mereka butuh pelampiasan.
"Kalau sudah begitu, saya berusaha keras untuk menjadi teman yang baik, yang mau mendengar keluh kesah mereka," tutur Henny, lalu tersenyum.
***
Awal mula Henny Maspaitella jatuh cinta pada atletik boleh dibilang tidak disengaja. Dulunya, ia sempat ikut berbagai macam olah raga, seperti voli, basket, dan sofbol. "Adik saya Loudry (Loudry Maspaitella) dulunya ikut sepak bola. Karena sering lihat latihan atletik berat, sampai muntah-muntah, dia akhirnya memilih voli," ungkap Henny. Loudry Maspaitella adalah atlet voli nasional dua dekade. Loudry sempat menjadi pelatih, namun karena tenaganya masih dibutuhkan, ia ditarik kembali untuk memperkuat tim nasional Indonesia.
Kehadiran Henny sebagai olahragawan berprestasi bukan tiba-tiba.
Darah sebagai atlet mengalir dari kedua orang tuanya. Ayah Henny, Leonard Maspaitella adalah atlet lompat jangkit nasional. Ibunya, Paulina Sarah Lessil adalah atlet voli nasional.
Kala itu, Paulina Sarah selalu membujuk Henny untuk menekuni atletik. Katanya, kalau berprestasi di atletik itu lebih enak. "Ya, karena kalau juara kan bisa perorangan, bukan orang banyak," kenang Henny.Â
Sejak keci, Henny mengaku suka berlari. Lari cepat. Yang juga mendukung, rumahnya Jl Kawung, dekat lapangan bola. Tiap hari Henny memanfaatkan untuk latihan dan bermain. "Tak hanya di lapangan, di dalam rumah pun saya tak bisa jalan. Mau ke depan dari belakang rumah, saya selalu lari," ungkapnya, lantas tertawa riang.
Umur 11 tahun, Henny mulai aktif berlatih di Lapangan Thor (Gelora Pantjasila). Dia ikut klub AC'75, pendirinya Yan Sondakh dan Bram Soselisa. AC'75 tersebut merupakan klub atletik satu-satunya di Surabaya.
Henny kemudian terpilih ikut Porseni SD, 1975. Saat itu, ia ikut tim SD Santa Angela, Jl Kepanjen Surabaya. Dalam seleksi, Henny berhasil mengalahkan teman-teman satu sekolah. Prestasi gemilang pun berhasil diraih. Medali emas direnggut dari nomor lari 100 meter. Penampilan Henny membius banyak orang yang menyaksikan lomba di Porseni SD tersebut. Â
Setelah juara Porseni SD, Henny makin ketagihan berlatih lari. Obsesinya menjadi juara di atletik digantung setinggi langit. Untuk mewujudkannya, ia menyeriusi latihannya. Saban hari, ia selalu menyempatkan latihan, minimal dua jam.