Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagalnya Upaya Adu Domba Bikinan Seorang Oknum Mandor

27 Agustus 2019   23:07 Diperbarui: 28 Agustus 2019   08:07 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pagi. Jam delapan!"

"Baik. Saya tunggu Bapak di lokasi."

Maka keesokan paginya saya dan Demun mendatangi beberapa unit bangunan yang dimandorinya. Karena pekerjaan yang dihitung adalah pelesteran dan pengacian, tentu saja, Odang ikut bersama kami.

"Pantasnya berapa persen, Pak Demun," tanya saya seusai kami mengamati hasil pekerjaan itu dan membandingkannya dengan lembaran berisi bobot pekerjaan mandor.

"Enam puluh persen," jawabnya.

"Tidak bisa begitu, Pak," sela Odang. "Tinggal merapikan di beberapa sudut, masak, sih, hasil pekerjaan saya cuma enam puluh persen?"

"Saya beri delapan puluh persen, kok Pak Demun menolak? Aneh. Padahal Odang juga bisa menghitungnya."

Lantas terjadi "pertengkaran" di antara Demun dan Odang. Demun tidak mau membayar Odang sesuai dengan bobot atau persentase pekerjaan Odang. Sementara Odang menuntut hak-nya.

Saya tidak mau terlibat, selain membayar upah mandor pada sorenya. Setelah membayar, saya tidak peduli, seberapa rupiah Demun akan membayar Odang, dan seberapa nyaring pertengkaran selanjutnya. Yang penting, tanggung jawab saya selesai untuk pekerjaan selama satu minggu, dan saya ingin menikmati akhir pekan dengan tenang.

Antara Pemberani dan Pengecut
Mandor semacam Demun, menurut saya, sangat berani melakukan upaya adu domba. Selain faktor "pengalaman", entah apa latar dari keberanian itu.

Mungkin melebihi keberanian biasa alias nekat. Dan, kenekatan itu, entah pula "mengapa" sampai diupayakannya pada saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun