"Lho, pekerjaan itu, 'kan, sudah selesai tiga bulan lalu?"
"Iya, tetapi, kata Pak Demun, kantor belum bayar."
Waduh, mandor fitnah macam apa ini, kok menyusup ke projek, pikir saya sambil mencari salinan bukti pembayaran mingguan untuk Demun yang terekam dalam selembar kertas.
Sebentar saja saya sudah menemukannya, lalu saya bentangkan di meja tripleks.
"Coba lihat ini," ajak saya sambil menunjuk urutan pembayaran untuk mandor mereka. Mereka mengikuti arah telunjuk saya.
Pada lembaran itu tertera nomor urut pengambilan upah mingguan sejak minggu pertama yang dilengkapi dengan tanggal dan tanda tangan Demun. Deretan angka sekian juta sampai pada minggu ke-13.
Kemudian saya lengkapi dengan lembaran kurva "S" berupa kemajuan dan bobot pekerjaan. Untuk pekerjaan galian dan fondasi, angka 100% sudah berada pada minggu pertama.
Artinya, dari urutan pertama sampai urutan ketiga saja sudah ada pembayaran. Artinya juga, pekerjaan awal berupa galian dan fondasi sudah terbayarkan.
Demi melihat data yang saya bentangkan, ketiganya saling memandang dengan air muka entah bagaimanalah. Berikutnya mereka memandang saya.
"Apakah kantor belum melaksanakan kewajiban untuk membayar hak kalian?"
"Sudah, ya, Pak? Tetapi kata Pak Demun..."