Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rindu Pun Berayun-ayun di Perayun Biru

29 April 2016   22:36 Diperbarui: 30 April 2016   11:36 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah persaingan yang cukup sengit nan seru ketika itu, Lia. Aku tidak pernah merasa mampu bersaing dengan mereka. Lalu aku melanjutkan belajar ke luar pulau untuk membekali diri sebelum terjun dalam persaingan tingkat lanjut melawan para pengincar cintamu. Ah, tetap saja semua akhirnya kalah oleh takdir masing-masing. Edi-lah pemenangnya.

“Asalkan kamu tahu, Oji, justru kamu dulu pemenangnya. Itulah tadi kubilang sampai-sampai ibumu khawatir. Ya, khawatir kalau kamu memilih menikah di usia muda belia.”

Aku terhentak. Aku tidak percaya itu, Lia.

“Aku sengaja menunjukkan surat dari cowok itu agar kamu tahu aku seperti apa di hadapanmu. Aku ingin melihat reaksimu, Oji.”

“Tapi kenapa kamu baru mengatakannya sekarang?”

“Ya, sekarang kamu tahu juga, dulu aku takut pada ibumu, Oji.”

“Takut? Mengerikan, ya, ibuku?” Seketika aku ternganga.

“Ibumu selalu menyindir aku apabila sedang ngobrol dengan ibuku. Biarkan Oji menamatkan belajarnya, begitu kata ibumu. Ibuku pun menyampaikan itu padaku hingga aku sempat bertengkar dengan ibuku.”

Oh! Memang, ada kekhawatiran seorang ibu ketika anaknya sedang berada pada masa puber membara, terlebih aku selalu berkunjung ke rumahmu sepulang sekolah dan kulanjutkan selepas magrib. Orang-orang kampung kita pun terbiasa dengan menikah muda.

“Mengapa baru kini juga kamu ungkapkan, Lia?”

“Dengar dulu, Oji sang keras kepala. Kamu akhirnya melanjutkan belajar ke luar pulau adalah upaya ibumu untuk memisahkan kita.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun