Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Tentang Kerajaan Naga

14 Januari 2016   00:35 Diperbarui: 14 Januari 2016   00:35 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan mengendap-endap dan berbelok, mereka mencari ke mana semua itu terbawa. Sesampai di tempat tujuan, tampaklah nganga mulut ular raksasa bertanduk. Segera keduanya menyingkir, dan memilih pulang saja meski belum mendapatkan hasil.

 

Dalam perjalanan pulang keduanya melintasi sebuah pohon besar nan menjulang. Yang membuat mereka berhenti sejenak adalah keadaan di bawah pohon. Tidak ada dedaun, reranting, dan tanaman semak. Permukaan tanah begitu jelas terlihat. Pandangan mereka memanjati batang pohon itu. Kedua mulut mereka langsung melongo begitu terlihat seekor ular besar sedang melingkar di sana. Dalam sekejap mereka lari tunggang-langgang.

 

*

 

Berburu memang dunia laki-laki. Di kaki gunung mati itu tiga pemuda lainnya sedang berburu. Mereka berpencar untuk mempermudah perburuan. Sementara bendungan mendung terpanggang matahari. Mencairlah, dan mengguyuri hutan dan sampai puncak gunung mati. Mereka mencari tempat berteduh.

 

Satu orang menemukan sebuah gua dengan langit-langit yang nyaris tidak terjangkau oleh tangannya. Setelah menancapkan alat berburu di sisi gua kecil itu, segera ia duduk dan menghela nafas. Ia hendak bersandar. Belum sempat ia bersandar, sekonyong-konyong mulut gua mengatup.

 

Dua kawannya menemukan gua-gua yang lain. Satunya meletakkan senjata kayu panjang secara tegak dari dasar ke langit gua. Sebentar ia pergi mencari ranting yang mungkin masih kering untuk dijadikan api unggun. Ranting-ranting pun diperolehnya tetapi gua tadi telah lenyap, kecuali semak terkuak seolah jejak ular raksasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun