Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Tentang Kerajaan Naga

14 Januari 2016   00:35 Diperbarui: 14 Januari 2016   00:35 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita tentang naga dan kerajaannya berawal pada suatu waktu beberapa lelaki sedang membakar hutan untuk membuka daerah baru. Mereka tetap berjaga-jaga di sekitar jilatan api agar api tidak menjalar liar sampai ke mana-mana bahkan pondok-pondok mereka.

 

Seekor ular seukuran lengan pemuda keluar dari api dengan sebagian tubuh terbakar. Lepas dari perapian, ular itu menggelepar seakan hendak mengelupasi kulit hangusnya. Kebetulan seorang pemuda menemukan ular itu lantas menghajarnya, dan memasukkannya kembali ke api. Maksudnya, untuk dijadikan santapan ringan.

 

Betapa ia terperanjat begitu ular tersebut ditariknya ke luar perapian. Di kepala ular itu terdapat tanduk kecil, sungut-sungut di sekitar mulut, dan empat kaki di batang tubuhnya. Spontan ia memanggil kawan-kawannya. Demi melihat temuannya, seketika mereka mengenali ular itu sebagai anak naga. Mungkin suatu kebetulan, begitu kesimpulan mereka.

 

Mungkin suatu kebetulan. Juga seperti ketika para perempuan sedang mencuci dan mandi di sungai. Dari arah hulu terdengar suara ranting dan semak yang berisik. Disusul gemericik aliran yang telah berirama gemuruh. Tadinya mereka mengira, banjir bandang sedang melanda. Mereka segera beranjak. Dengan penutup tubuh seadanya mereka berlarian ke tanah yang lebih tinggi.

 

Di sana mereka berhenti, dan berbalik pandang ke arah sungai. Tubuh mereka kaku dan pikiran beku manakala terlihat beberapa ular sebesar paha berduyun-duyun menyusuri sungai ke arah hilir. Ular-ular bertanduk, bersungut, bersirip, berkaki, dan berekor aneh!         

 

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun