“Coba kamu cari di celanaku yang tergantung di balik pintu kamar. Itu lho, yang tiap hari kupakai.”
Ria bergegas ke kamarku. Aku tidak perlu memberi tahu panjang-lebar karena tiap hari selama tiga minggu aku selalu memakai celana panjang jins itu.
Sementara Lia sedang bersiap-siap di kamar. Dia memang harus disiplin pada persiapan sekolahnya sendiri. Pernah, satu kali, buku PR-nya ketinggalan, padahal aku baru saja menurunkannya di samping gerbang sekolah. Mau-tidak mau aku kembali setelah terlebih dulu mengantarkan Ria karena jarak sekolah Ria tinggal setengah kilometer lagi.
Setelah lauk-pauk sederhana itu matang, aku membawanya ke meja makan. Lalu melanjutkan pekerjaan dapur dengan menggoreng nasi. Aku juga menggemari nasi goreng karena aroma bawang dan minyaknya yang harum.
“Oh, iya, Bang, lusa aku libur. Dua hari. Guru-guru ada rapat,” ujar Lia yang akan sarapan.
“Aku juga!” celetuk Ria yang baru keluar dari kamar mandi.
“Berarti kita bisa menjenguk Ayah di kota.”
***
Sore masih ditandai oleh sudut matahari di antara batang-batang kelapa. Aku baru saja melayani beberapa pembeli. Kerupuk dan kecap memang selalu menjadi obyek pembeli karena untuk persiapan makan malam, dan camilan, apalagi disertai mi instan untuk menemani nonton tv.
Ria baru pulang dari rumah kawan sekelasnya, Susi, untuk merencanakan penggarapan tugas bersama. Keduanya memang sering belajar bersama setelah pulang sekolah. Tetapi, besok, karena libur, keduanya membuat agenda tersendiri.
Ah, terserahlah, bagaimana mereka menggunakan masa libur dan pekerjaan rumah dari sekolah.