Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ingin Menjadi Malam

5 Januari 2016   21:09 Diperbarui: 6 Januari 2016   09:33 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak dua minggu Ayah menjalani opname, aku mengalami kesulitan menyelesaikan sebuah kisah bertema malam. Aku selalu mengganti judul, mengubah susunan alinea, menambah-mengurangi isi, dan entah bagaimana jadinya. Padahal, seperti juga malam ini, malam selalu memberiku kesempatan selapang-lapangnya untuk kuselami pikiranku sedalam-dalamnya, memunguti kata-kata yang mengendap sebanyak-banyaknya.

Di luar sana, selepas hujan deras sejak senja tadi, suasana dusun kami seolah hanya dihuni oleh hewan malam. Nyanyian kodok-kodok terus terdengar dari belakang rumah. Lebih semarak daripada serangga yang bertengger di dahan-dahan pohon.

“Bang...” Panggilan Lia terdengar lirih dari arah ambang pintu kamarku yang hanya bertutup kain lusuh, yang sering juga menjadi lap darurat.

“Tidurlah, Lia. Malam telah matang.” Aku tidak menoleh ke tempat adikku berdiri.

“Abang masih akan terus merebus bulan?”

“Ya, belum mendidih.”

 Ah, aku terusik oleh kehadiran dan panggilan adikku, ditambah ketika dia mengulang alasanku tempo hari ketika aku masih tekun menulis. Merebus bulan sampai mendidih kepalaku, berhenti menulis, dan tidur. Tetapi kehadirannya serta-merta menjadikan kata-kataku bersembunyi  dan entah lenyap ke mana jalannya.

“Ayah dan Bunda pulang jam berapa?”

“Belum ada kabar. Abang lagi kehabisan pulsa, belum bisa nanya ke Bunda. Kalau besok pulang, nanti kubangunkan. Tidurlah.”

Lia berbalik dari pintu dengan gerakan gontai menuju kamarnya. Di sana adiknya, Ria telah lelap. Entah bermimpi apakah dalam dekap malam yang matang.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun