Ketika dahulu memakai listrik pasca bayar, tak ada kenaikan tarif secara drastis. Demikian pula setelah beralih ke listrik prabayar. Saya masih konsisten beli token seratus ribu per bulannya.
Apakah saya memakai listrik hanya untuk penerangan dan memasak? Tidak, dong. Selain kompor listrik yang saya operasikan rata-rata dua kali sehari, masih ada kulkas, pompa air, radio tape recorder, komputer, dan setrika.
Percayalah. Kompor listrik bukanlah biang kerok membengkaknya tagihan PLN. Boros atau tidaknya tagihan itu tergantung pada diri kita masing-masing. Mampu berhemat atau tidak?
O, ya. Sejak awal saya setia mempergunakan satu merk kompor listrik. Bahkan ketiga kompor listrik yang pernah saya beli, warnanya selalu merah. Tampaknya sang produsen tidak punya warna lain  deh.
Yang menakjubkan, harganya relatif stabil. Kompor listrik pertama dan kedua seharga Rp150.000,00 dan yang ketiga Rp160.000,00. Keren bukan? Dalam kurun 10 tahun cuma naik Rp10.000,00.
Semoga tarif PLN, yang bakalan menjadi "sahabat" bagi Program Kompor Listrik, meneladani kestabilan harga kompor tersebut. Semoga.
***
Demikian pengalaman saya memakai kompor listrik selama kurang lebih satu dekade. Ada sukanya, ada dukanya. Semoga bisa berfaedah sebagai penguat mental dalam menyongsong Program Kompor Listrik.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H