Iya. Tanpa adanya temuan dan kerja keras tim Sound of Borobudur, siapa yang menyangka bahwa ternyata Borobudur pusat musik dunia di masa lampau?
Musik itu Bahasa Universal
Musik adalah bahasa universal. Keuniversalannya paten dan absolut. Mampu menembus batasan-batasan wilayah geografis, kesukuan, keagamaan/kepercayaan, dan strata sosial. Karena sifat universal itulah, musik dapat dinikmati oleh siapa saja. Termasuk oleh orang yang awam musik sekalipun.
Tidak perlu jauh-jauh untuk mengambil contoh. Kebaperan yang saya rasakan akibat menyimak "Indonesia Raya" dan "Indonesia Pusaka" telah sangat jelas menunjukkan keuniversalannya yang absolut itu.
Tatkala tim Sound of Borobudur membawakan komposisi lain tanpa lirik, secara perlahan-lahan kebaperan saya berubah menjadi perasaan yang liris. Bahkan, di beberapa bagian terasa bikin nglangut. Demikian pula ketika video showcase kolaborasi Sound of Borobudur dengan musisi dari berbagai negara (China, Taiwan, Laos, Filipina, Jepang, Vetnam, Italia, dan Inggris) diputar.
Itulah sebabnya musik bisa luwes jika dipergunakan sebagai sarana diplomasi antar individu, antar kelompok, bahkan antarbangsa. Istilahnya, musik bakalan mampu mencairkan suasana. Dapat pula dimanfaatkan sebagai tali pengikat persaudaraan di antara sesama manusia.
Siapa pun, berasal dari kalangan mana pun, bisa duduk bersama-sama untuk menikmati musik. Tentu sejauh indera pendengarannya berfungsi dengan baik. Siapa pun, berasal dari kalangan mana pun, bisa bersama-sama memainkan alat musik sejauh paham notasi musik (meskipun bicara dalam bahasa yang berlainan).
Nah! Kerennya, Candi Borobudur sejak abad ke-13 lalu sudah menyediakan diri sebagai pusat musik dunia. Hanya saja patut disayangkan, belum banyak orang yang tahu fakta ini sehingga segala informasi terkait hal tersebut perlu sekali disebarluaskan.
Demikian pesan yang saya tangkap dari penyelenggaraan International Conference Sound of Borobudur.
Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Purwa Tjaraka, Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara. Dalam sambutannya di awal acara. Purwa menegaskan bahwa musik tidak memilah-milah suku atau agama; semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang sudah bersatu dengan jiwa dan raga.
Nah 'kan?