Mohon tunggu...
Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Keharmoni(s)an dari Sound of Borobudur

4 Juli 2021   07:33 Diperbarui: 4 Juli 2021   20:15 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Sandiaga Uno hendak mencuci tangan (Dokumentasi KJog-Riana Dewie)

Iya. Tanpa adanya temuan dan kerja keras tim Sound of Borobudur, siapa yang menyangka bahwa ternyata Borobudur pusat musik dunia di masa lampau?

Musik itu Bahasa Universal

Musik adalah bahasa universal. Keuniversalannya paten dan absolut. Mampu menembus batasan-batasan wilayah geografis, kesukuan, keagamaan/kepercayaan, dan strata sosial. Karena sifat universal itulah, musik dapat dinikmati oleh siapa saja. Termasuk oleh orang yang awam musik sekalipun.

Tidak perlu jauh-jauh untuk mengambil contoh. Kebaperan yang saya rasakan akibat menyimak "Indonesia Raya" dan "Indonesia Pusaka" telah sangat jelas menunjukkan keuniversalannya yang absolut itu.

Tatkala tim Sound of Borobudur membawakan komposisi lain tanpa lirik, secara perlahan-lahan kebaperan saya berubah menjadi perasaan yang liris. Bahkan, di beberapa bagian terasa bikin nglangut. Demikian pula ketika video showcase kolaborasi Sound of Borobudur dengan musisi dari berbagai negara (China, Taiwan, Laos, Filipina, Jepang, Vetnam, Italia, dan Inggris) diputar.

Itulah sebabnya musik bisa luwes jika dipergunakan sebagai sarana diplomasi antar individu, antar kelompok, bahkan antarbangsa. Istilahnya, musik bakalan mampu mencairkan suasana. Dapat pula dimanfaatkan sebagai tali pengikat persaudaraan di antara sesama manusia.

Siapa pun, berasal dari kalangan mana pun, bisa duduk bersama-sama untuk menikmati musik. Tentu sejauh indera pendengarannya berfungsi dengan baik. Siapa pun, berasal dari kalangan mana pun, bisa bersama-sama memainkan alat musik sejauh paham notasi musik (meskipun bicara dalam bahasa yang berlainan).

Nah! Kerennya, Candi Borobudur sejak abad ke-13 lalu sudah menyediakan diri sebagai pusat musik dunia. Hanya saja patut disayangkan, belum banyak orang yang tahu fakta ini sehingga segala informasi terkait hal tersebut perlu sekali disebarluaskan.

Demikian pesan yang saya tangkap dari penyelenggaraan International Conference Sound of Borobudur.

Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Purwa Tjaraka, Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara. Dalam sambutannya di awal acara. Purwa menegaskan bahwa musik tidak memilah-milah suku atau agama; semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang sudah bersatu dengan jiwa dan raga.

Nah 'kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun