Mohon tunggu...
Agustina Anggraini
Agustina Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis artikel, cerpen, dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Behind You

21 Januari 2024   20:31 Diperbarui: 21 Januari 2024   20:34 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

Suara tetesan air terdengar tiba-tiba di ruangan sunyi itu. Bulu kuduk gadis itu berdiri tegak dan matanya berkeliaran ke sana-sini. Dia menggumamkan sesuatu yang tak diketahui sambil berjalan masuk ke kamar mandi.

Tepat di seberang pintu masuk kamar mandi, sebuah kaca besar memantulkan bayangannya yang berdarah-darah. Mata gadis itu memerah, dipenuhi pembuluh darah ketika dia gemetaran dan seketika seluruh lampu di kamar itu padam.

Teriakan mengerikan muncul dari kamar itu, berlama-lama hingga membuat semua penghuni apartemen itu terbangun.

    ~*** Behind You ***~

"Hahhh!" Terbangun dari keadaan linglung yang menyesakkan, Dinda memegangi dadanya sambil meringkuk kesakitan.

Dia merasakan sensasi memuakkan dari melewati gerbang memasuki dunia Instance ini. Tidak peduli berapa kali dia mengalaminya, dia tidak bisa terbiasa.

Setelah memulihkan diri dari gelombang rasa mual dan pusing, Dinda bangkit dan segera menyadari di mana dirinya berada bahkan sebelum pengantar misi muncul.

Itu adalah sebuah ruangan kamar dengan tampilan yang bersih dan terawat. Namun, untuk beberapa alasan, Dinda merasa merinding karena dia tahu hal normal di dunia Instance thriller menyiratkan bahaya terbesar.

Akhirnya pengantar misi muncul setelah dia memperhatikan kamar tidur yang tertutup.

[Pemain 007, selamat telah berhasil memasuki dunia Instance dengan aman. Pengantar singkat dunia ini: Apartemen Kedamaian telah menerima berbagai tamu baru yang menghuni gedung. Mereka disebut penyusup oleh penghuni asli sehingga terjadi serangkaian hal mengerikan yang menjadikan dunia ini dipenuhi keputusasaan. Misi utama Anda adalah menemukan 'si pembunuh' dan selamat. Tingkat penyelesaian misi: B-rank. Selamat menjelajahi dunia baru untuk kesenangan Anda.]

Sudut mulut Dinda berkedut mendengar pengantar misi di benaknya. Dia ingin mengutuk keras, tetapi menahannya karena dia tidak ingin menyebabkan situasi di mana dia diserang hantu hanya karena mengutuk.

Setelah berpengalaman di berbagai misi thriller sebelumnya, Dinda tahu bahwa di setiap Instance pasti ada hantu atau sesuatu yang lebih mengerikan dari itu. Jadi, dia perlu sangat berhati-hati.

Menekan kekesalan di hatinya, Dinda mulai bergerak dari posisinya di ruang ramu dan berjalan menuju pintu keluar. Bagaimanapun, dia memiliki firasat yang kuat untuk tidak berdiam diri di kamar itu lebih lama atau akan ada sesuatu yang menimpanya.

Dia membuka pintu dua lapis itu dan keluar hanya untuk disambut oleh koridor gelap yang seperti jurang maut. Seakan sepasang mata menatapnya dari kegelapan, perasaan diawasi itu begitu kuat.

Dia mundur perlahan secara naluriah dan ragu-ragu untuk keluar. Dia yakin Instance kali ini jauh lebih berbahaya dan mengerikan. Dia tidak tahu mengapa, tetapi hanya dengan menatap koridor gelap itu sudah membuat detak jantungnya tak beraturan dan keringat dingin menetes dari punggungnya.

Click!

Deg!

Dinda mendengar suara kunci pintu diputar dari belakangnya, dia menelan ludahnya dan menoleh. Pintu kamar tidur yang semula tertutup itu telah dibuka dari dalam.

Dia tiba-tiba mendengar suara tetesan kran air dan wajahnya mengeras saat lampu ruangan itu berkedip-kedip.

"Ada yang salah!" Dinda tidak berani keluar, tetapi tetap di sini juga tidak mungkin karena 'sesuatu' itu akan segera keluar dari kamar tidur.

"Aku harus menemukan teman-teman, mereka pasti tidak jauh dari sini!" Dia menguatkan tekadnya untuk keluar dari kamar itu dan kakinya akhirnya melangkah ke koridor gelap.

Dia mengeluarkan ponselnya dari inventaris dan tanpa berpikir dua kali, dia berlari menelusuri koridor itu, mengikuti firasatnya untuk menuju ke lantai berikutnya. Dia berlari secepat yang dia bisa sementara dari sudut matanya, dia menangkap bayangan tinggi menempel di tembok dan mengikutinya dengan pencahayaan senter ponsel.

Wajah Dinda memucat, tetapi dia tidak menghentikan langkahnya dan terus berlari.

Pada saat sebelum dia sampai di tangga menuju lantai berikutnya, terdengar suara memanggilnya dari belakang.

"Dinda ..."

"Dinda ... Di belakangmu!"

Suara itu terdengar familiar sehingga Dinda mau tak mau berhenti dan ingin berbalik, tetapi firasatnya menyuruhnya untuk terus maju dan jangan berhenti.

"Di belakangmu... Jangan berbalik!"

Anehnya suara itu bukan untuk membahayakannya, tetapi memperingatkannya.

Dinda berbisik, "Kau siapa?""

Dia mencoba berkomunikasi dengan suara itu sambil menekan ketakutan di hatinya. Dia pernah berpengalaman berkomunikasi dengan hantu sebelumnya, jadi dia ingin mengambil resiko ini karena suara itu terdengar familiar.

Pemilik suara tampaknya terkejut karena dia berani bertanya, itu segera menjawab. Suaranya kali ini terdengar sangat dekat seolah pemilik suara berdiri tepat di sebelahnya.

"Di belakangmu! Jangan berbalik! Larilah!"

"Di belakangmu..."

Suara itu terus mengulangi kata-katanya sampai Dinda merasa telinganya sakit. Dia juga merasakan sesuatu yang sangat dingin membekukan dari belakangnya. Tak tahu apa itu, tetapi dari peringatan suara itu, dia tidak boleh berbalik dan harus terus maju.

Dengan tekad tersisa, Dinda berlari menaiki tangga, menuruti suara itu. Dia perlahan mencium aroma seperti besi berkarat dan membusuk. Aroma itu semakin kuat tepat di belakangnya.

Ketika rasa tercekik mulai menjalar di lehernya, dia akhirnya sampai di lantai berikutnya dan sesuatu itu tampaknya menarik diri dengan rasa dingin yang perlahan menghilang.

Dinda terengah-engah. Nyaris saja. Dia tidak berani menoleh dan terus maju ke depan di lantai baru. Lampu yang diaktifkan suara menyala dan koridor lantai itu menjadi terang. Dia akhirnya merasakan rasa aman sini dibandingkan di lantai sebelumnya.

Click!

Kali ini suara pintu salah satu kamar terbuka. Jantung Dinda hampir mencelos karena dia baru saja mengalami hal mengerikan. Akan tetapi, saat dia melihat siapa yang membuka pintu itu, rasa kelegaan memenuhi hatinya.

"Nanad! Kau tidak tahu betapa aku merindukanmu!" Dia bersungguh-sungguh dan langsung berlari ke arah temannya yang tercengang itu.

"Eh?!"

Ada orang lain yang juga keluar dari ruangan itu, orang itu segera menyindir, "Kak, apa kau jadi gila?"

Seperti biasa, Arika suka mengatakan sesuatu yang bau, tetapi Dinda merasa lega karena itu artinya dia tidak sendirian lagi. Dia benar-benar ketakutan sebelumnya dan berusaha keras tetap rasional karena harapan bertemu teman-temannya.

"Dinda, apa yang terjadi?" Luxie juga keluar dari kamar itu dan berdiri di belakang Arika.

Dis yang lebih dulu memperhatikan wajah Dinds yang pucat dan napas terengah-engah.

"Eh? Kenapa kondisimu begitu buruk, kak? Apa kau bertemu hantu tepat ketika kau baru masuk! Ckckck, keberuntunganmu menantang surga!" Arika semakin menyemburkan omong kosong meski dia terlihat khawatir.

Nanad memutar matanya dan menyenggol lengan Arika untuk menghentikannya.

Luxie memelototi anak bau itu, lalu mengajak semuanya masuk.

"Ayo masuk dan bicara di dalam!"

Dinda mengangguk dan gemetaran di tubuhnya perlahan tenang. Dia mengikuti yang lain masuk dan menemukan Hin dan Kak Zoey sudah duduk di sofa ruang tamu.

Dia melirik ke sekelilingnya dan tidak menemukan orang yang dia cari. Perasaan tidak enak muncul lagi di hatinya.

"Di mana Kak Anggie?" Itu adalah hal pertama yang dia tanyakan dan cukup mengejutkan yang lain.

Luxie segera menatapnya dengan bingung dan menjawabnya, "Aku tidak tahu. Aku dan Hin berkeliling lantai dan hanya bertemu Arika, Nanad, dan Kak Zoey. Mungkin dia ada di lantai berikutnya."

"Begitukah?" Dinda masih memikirkan suara familiar itu dan teringat rasa dingin yang membuatnya ketakutan setengah mati.

"Dinda, apa kau bertemu hantu?" Kak Zoey ikut memperhatikan kondisi Dinda yang tidak normal.

Dia tahu keberuntungan Dinda yang cukup untuk membuatnya bertemu hantu lebih cepat dari yang lain di setiap Instance. Sementara mereka tetap aman selama beberapa menit pertama, Dinda rupanya sudah melalui pengalaman mendebarkan.

Dinda mengangguk dan mulai menceritakan pengalamannya yang sulit dijelaskan. Begitu ceritanya selesai, ekspresi semua orang di ruangan itu berubah menjadi takut dan cemas.

"Apa kau yakin suara itu terdengar seperti dia?" tanya Luxie yang lebih terkejut karena suara yang memperingatkan Dinda itu.

"Entahlah, aku rasa ada yang salah dengan lantai bawah dan ruangan itu. Aku juga tidak boleh berbalik untuk melihat apa yang sedang menempel di punggungku sebelumnya."

Arika, yang mendengarkan cerita itu, menjauh dari Dinda dan mendekati Nanad yang berdiri di dekat pintu. Dia mengusap lengan Nanad dengan serius.

"...." Nanad tidak mengerti ada lubang apa lagi yang dipikirkan temannya yang aneh itu.

"Beri aku keberuntunganmu!" Arika berbisik dan menghindari orang-orang yang berkumpul untuk membahas hantu itu.

"Mari kita mengumpulkan petunjuk Instance masing-masing. Kita harus tahu bahaya macam apa yang akan kita hadapi sebelum mulai bergerak." Kak Zoey menyarankan, bertindak sebagai pelindung teman-temannya yang dia anggap sebagai adik-adiknya, dia memulai diskusi.

"Petunjuk yang kudapat adalah nama gedung apartemen ini disebut Apartemen Kedamaian. Lalu, misiku adalah menemukan si pembunuh dan tetap selamat. Bagaimana dengan kalian?" Dinda yang pertama kali mengungkapkan petunjuk yang dia miliki.

Luxie menatapnya dengan khawatir karena dia mendapatkan misi yang tampaknya paling sulit.

"Misi yang kudapat adalah menemukan kotak musik yang hilang. Sementara untuk petunjuknya adalah lokasi kotak musik itu ada di lantai 5. Aku tidak tahu di lantai berapa kita sekarang. Adakah yang tahu?" Dia menatap teman-temannya, berharap mereka mendapatkan petunjuk di lantai mana mereka berada.

Hin mengangkat tangannya. Dia memenuhi harapan Luxie. "Kita di lantai 3. Itu petunjukku, dan misiku adalah mengumpulkan semua anggota grup kita yang terpisah. Itu sebabnya aku mengajak Luxie segera mengumpulkan yang lain."

"Misimu sepertinya paling mudah. Selama kita berkumpul semua, kau langsung bisa menyelesaikannya." Kak Zoey menimpali, tetapi kemudian melanjutkan dengan kata-kata lain, "Tapi, masalahnya... " Dia melirik Luxie dan yang terakhir tahu apa maksudnya.

"Yah, kemungkinan terburuk selalu ada. Tapi, kita harus berharap yang lain baik-baik saja! Setidaknya, mereka pasti masih hidup."

Arika dan Nanad saling berpandangan dan merasa tidak bisa tidak mengkhawatirkan yang lainnya.

"Benar, mari berharap mereka baik-baik saja. Lalu, untuk petunjuk yang kumiliki, itu sedikit unik. Aku menerima kunci semua pintu kamar." Ketika Kak Zoey menyelesaikan kata-katanya, dia menarik tumpukan kunci yang dirangkai jadi satu dari inventarisnya.

Baik Luxie dan lainnya tidak mengira petunjuk sebesar itu. Itu juga merupakan bantuan besar karena mereka tidak perlu khawatir terkunci di suatu kamar berbahaya.

Kak Zoey tersenyum dan memberikan kenyamanan pada adik-adiknya. "Jadi, kita harus tetap tenang, oke? Jangan panik, kali ini pun, kita semua pasti berhasil menyelesaikan Instance ini dengan selamat."

"Kak, apa misimu?" Dinda bertanya karena dia merasa Kak Zoey sepertinya mengalihkan topik agar tidak membahas misinya.

Yang terakhir sedikit ragu-ragu, tetapi akhirnya memilih mengatakannya. "Menemukan mayat."

Ekspresi yang lain seketika membeku. Kengerian terlukis di wajah mereka karena mereka menyadari bahwa ada kemungkinan salah satu dari mereka telah mati.

Itu karena mereka tahu bahwa NPC dalam Instance tidak meninggalkan mayat meski mereka dibunuh. Itu artinya hanya pemain yang meninggalkan mayat.

Hati mereka tenggelam.

Mata Luxie berkaca-kaca. "Apa ada kemungkinan pemain grup lain memasuki Instance ini sebelum kita tiba?" tanyanya, mencoba mencari penjelasan yang aman.

"Yah, benar, mungkin ada yang seperti itu." Arika menyahutnya.

Keheningan menyapu mereka cukup lama sampai Luxie memecahkan kebisuan itu.

"Kita tidak bisa berlama-lama di sini. Ayo pergi menemukan lebih banyak petunjuk dan menyelesaikan misi. Oh, benar, apa misi kalian berdua?"

Arika menjawab duluan, "Memasuki kamar 202 di lantai 2."

Dinda menatap Arika dengan ekspresi tercengang. Dia sudah menceritakan kengeriannya di lantai bawah dan karena mereka sekarang berada di lantai 3, maka itu artinya lantai di mana dia mengalami hal mengerikan itu adalah lantai 2.

Arika mengangkat bahu pada kekhawatiran mereka. "Aku lebih tidak beruntung dari Kak Dinda rupanya." Dia memang suka mengejek dirinya sendiri bahkan pada situasi serius.

Nanad menatapnya dengan rasa kasihan, lalu mengatakan misinya yang cukup membuat perbedaan besar, "Misiku adalah menemukan sebuah buku."

Arika melongo, mulutnya membuka dan menutup beberapa kali sebelum akhirnya menyembur, "Keberuntunganmu bahkan akan membuat hantu malu."

"...." Nanad sedikit merasa bersalah karena misinya yang paling mudah, sebetulnya dia bisa langsung menyelesaikannya sekarang karena ada buku di kamar itu. Dia hanya perlu menyentuhnya.

"Tidak apa-apa, itu kemampuan milikmu, jangan merasa bersalah. Setelah menyelesaikan misi, jika kau tidak ingin tinggal, kau bisa pergi dulu." Kak Zoey menengahi mereka dan memberikan saran pada Nanad.

Setelah misi selesai, pemain dapat meninggalkan Instance. Meskipun mereka masuk sebagai grup, tetapi mereka dapat keluar setelah misi mereka sendiri selesai.

Nanad mengangguk. "Aku akan tinggal dan membantu kalian."

"Nah, baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan petunjuknya?" Luxie mendesak mereka untuk segera menyelesaikan diskusi ini.

"Aku dapat kotak permen ini," ucap Arika sambil mengeluarkan sekotak permen dari inventarisnya.

"Deskripsinya menyatakan permen ini dapat melindungi orang yang memakannya selama lima menit."

"Itu bagus. Tampaknya kau mendapatkan bantuan besar untuk misimu sendiri. Kau bisa menjelajahi lantai 2 dengan aman dengan permen itu." Luxie merasa lega karena mereka akhirnya memiliki sesuatu yang dapat menjadi perlindungan sementara.

"Aku mendapatkan peta seluruh isi apartemen," ujar Nanad, seperti biasa mengguncang lainnya dengan keberuntungannya.

Dia menunjukkan peta itu pada mereka dan mereka mempelajarinya untuk menemukan tempat-tempat penting seperti kamar 202.

Dinda menunjuk bagian peta di mana kamar 202 berada. Dia mengingat pengalamannya dan arahnya berlari lalu menemukan kamar di mana dirinya tiba di dunia ini.

Dia menunjuk kamar di sebelah kamar 202. Itu kamar 201.

"Kamarku terletak di ujung jauh dari tangga. Aku yakin tidak ada kamar lain setelah itu dan aku berlari menuju ujung lain ke arah tangga. Jadi seharusnya kamar ini di mana diriku masuk. Kamar 202 tepat di sebelahnya."

Dia menatap yang lainnya dan mereka segera mengerti maksudnya.

Kamar 202 pasti menyimpan sesuatu yang sangat menakutkan. Berdasarkan deduksi mereka, Dinda setidaknya berada di kamar yang relatif aman ketika dia tiba karena dia tidak langsung diserang.

Namun, ketika dia keluar dari kamar itu, dia segera diserang dan harus berlari membabi-buta menuju tangga. Dia berlari melewati kamar 202 itu.

"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" Dinda bertanya pada yang lain untuk menyatukan rencana mereka bersama. Itu karena misi mereka berbeda-beda, jadi mereka harus memiliki rencana dulu.

"Ayo cari teman kita lainnya dulu, terutama Anggie. Dia selalu bisa bertahan di berbagai Instance dengan cara yang aneh, jadi kali ini dia pasti juga bisa bertahan...." Entah mengapa suara Luxie semakin mengecil sampai kata-katanya yang terakhir.

Hin mendukungnya, "Benar, lebih penting mengumpulkan semua anggota, jadi kita bisa menyatukan semua kekuatan kita dan melawan para hantu."

"Oke, saranku kita mulai di lantai selanjutnya daripada turun ke lantai bawah." Dinda masih merasa ngeri dengan lantai 2 meskipun dia tahu Arika memiliki permen perlindungan. Namun, firasatnya yang kuat memberitahunya bahwa sesuatu yang mengerikan itu melebihi perlindungan yang diberikan permen.

Tak ada keberatan yang muncul, jadi mereka segera memutuskan untuk mengumpulkan semua anggota lainnya yang terpisah. Mereka bersiap untuk menghadapi dunia luar itu.

***

"Keadaan ini sangat aneh. Aku tidak tahu kenapa aku menjadi seperti ini." ReiRei menatap cermin, tetapi tidak ada bayangannya yang muncul di cermin itu.

Dia mengerutkan keningnya dan melihat tubuhnya yang pucat seperti mayat.

Lalu melirik ke tengah ruangan di mana piano berada. Piano itu bermain sendiri dan mengeluarkan suara melodi yang indah.

ReiRei juga melihat sesosok tubuh terbaring tak bergerak di sofa. Sosok pria yang pucat dan dingin dengan urat-urat biru menonjol di lehernya yang seperti berbekas cekikan.

"Itu diriku... Apa aku sudah mati?" Dia melihat tubuhnya sendiri yang terbaring di sofa lalu pada sosok-sosok hantu lain yang berkeliaran di sekitarnya.

"Benar-benar kejutan yang menyenangkan," gumamnya sambil meraih bingkai foto kosong di sisi meja.

Dia bisa menyentuh benda-benda, tetapi dirinya telah menjadi hantu dengan wujud yang aneh.

Hantu-hantu lain di ruangan itu juga tampaknya takut padanya dan menghindarinya. Hanya sosok tak terlihat yang memainkan piano itu yang tetap terus bermain dan tidak mempedulikannya.

ReiRei mendekati sosok itu dan melihat tuts-tuts piano bergantian saling ditekan dan menghilangkan kesunyian dengan melodi yang menenangkan.

"Hei, apa kau tahu apa yang terjadi padaku?" Dia harus mencari petunjuk mengapa dirinya berakhir sebagai hantu dan apakah dia bisa kembali menjadi manusia atau tidak.

Petunjuk yang diberikan padanya setelah memasuki Instance tidak muncul kali ini karena kondisinya yang istimewa. Dia juga tidak mendapatkan misi apapun yang menyiratkan masalah besar.

Tanpa misi, ReiRei tidak tahu bagaimana dia akan bisa keluar dari Instance ini.

Sayangnya tidak ada jawaban yang bisa dia peroleh dari hantu piano itu. Jadi, dia beralih ke hantu yang menempel di dinding.

"Apa kau tahu apa yang terjadi padaku?"

Hantu di dinding itu segera pergi seolah melarikan diri. ReiRei tercengang.

Dia lalu mengulangi hal yang sama dengan semua hantu yang muncul di sekitarnya, tetapi anehnya semua hantu itu melarikan diri darinya.

"Apa aku lebih menakutkan daripada hantu?" ReiRei mulai mempertanyakan dirinya sendiri.

Dia sendiri tidak bisa melihat bayangannya di cermin, jadi dia tidak tahu seperti apa penampilannya saat ini.

"Apakah wujudku terlalu menakutkan? Jika aku bertemu Pankoc, dia akan ketakutan." ReiRei mengingat sahabatnya itu dan tiba-tiba merasa khawatir jika sahabatnya takut padanya.

"Tidak, yang lebih penting, kenapa aku berakhir seperti ini? Juga, di mana Pankoc? Aku harus mencarinya dulu." ReiRei menemukan pijakan dalam tujuannya dan mulai berkeliling sampai ke pintu keluar kamar.

Dia membuka pintu itu dan segera merasakan suasana berubah seketika. Bahkan sebagai hantu, dia sendiri merasakan sesuatu yang mengerikan ada di luar. ReiRei bersiap dan keluar dari kamar. Menatap ke kegelapan koridor dengan lampu yang berkedip-kedip.

Pada saat itu, dia mendengar bisikan suara yang samar-samar.

"Di belakangmu...."

"Apa?!" ReiRei terperanjat dan secara naluriah mencoba menoleh ke belakang, tetapi sesuatu seperti menahannya untuk tidak berbalik.

Dia melirik ke bayangan di bawahnya, masuk akal jika dirinya sebagai hantu tidak punya bayangan, tetapi dia memilikinya dan itu lebih aneh lagi.

Bayangannya memanjang dan itu menunjukkan sesuatu yang besar sedang bersandar di punggungnya.

"Di belakangmu...."

Suara samar itu muncul lagi seolah pemiliknya sedang berdiri di sebelahnya dan memperingatkannya.

"Bukankah aku hantu? Kenapa aku masih merasa takut? Tidak, keberadaan di belakangku jauh lebih menakutkan daripada diriku sendiri!" pikir ReiRei segera memikirkan cara untuk melepaskan diri dari benda di belakangnya.

Dia melangkah ke depan dan menemukan tak ada halangan untuk pergerakannya selain dirinya tidak bisa berbalik atau menoleh.

ReiRei mengetuk pintu kamar di depannya untuk mencaritahu apakah dia memiliki tetangga yang ramah untuk membantunya. Dia menunggu lama dan tidak menerima jawaban, lalu terus melanjutkan ke pintu kamar berikutnya dan melakukan hal yang sama sampai ujung koridor di mana tangga berada.

ReiRei menghapal nomor setiap kamar yang baru saja dia lewati. Nomor kamarnya sendiri adalah 707. Dia tidak tahu ada berapa banyak kamar di gedung ini, tetapi dia yakin ada sesuatu yang menakutkan yang mengintai di dalam gedung ini.

"Aku harus segera menemukan Pankoc! Dia harus baik-baik saja!"

Dia bergegas menaiki tangga ke lantai berikutnya karena dia ingin membersihkan lantai teratas dulu sebelum turun ke bawah jika tidak menemukan apa pun di sana.

Sesuatu yang menempel di punggungnya semakin berat dan langkahnya perlahan melambat ketika dia menaiki tangga. Namun, dia tidak berhenti dan terus naik sampai kakinya menginjak ke lantai berikutnya dan benda berat di punggungnya tampaknya terpengaruh dan menghilang.

"Itu tidak bisa mengikutiku ke lantai lain," ujarnya mencapai kesimpulan dan merasa lega.

Lantai baru itu hampir sama dengan lampu berkedip-kedip, tetapi sensasi menakutkan seperti di lantai sebelumnya tidak lagi terasa. ReiRei melihat ke kamar terdekat dan menuju ke sana, mengulangi tindakan serupa dengan yang dia lakukan di lantai sebelumnya.

***

Eva berbaring meringkuk di sofa, memeluk lututnya dan gemetaran. Dia menyalakan semua lampu di ruangan itu, tetapi masih merasa tidak tenang. Dia bahkan tidak berani bergerak satu inchi pun dari tempatnya berada.

Begitu dia tiba di dunia ini dan terbangun di ruangan ini, dia segera merasakan pengawasan dari segala sudut. Seakan mata ada di mana-mana dan sedang menatapnya dari setiap sisi.

Eva menggigit jarinya dan menggumamkan sesuatu yang abstrak. Dia tidak berhenti gemetaran sampai dia mendengar suara ketukan pintu. Tubuhnya tersentak kaget dan tatapannya yang ngeri melihat pintu depan yang terus diketuk.

Warna menghilang dari wajahnya begitu suara ketukan itu terus berlanjut seakan orang di luar tahu bahwa dirinya ada di dalam.

"Halo, apakah ada orang? Tolong buka pintunya! Tolong bantu aku!"

Eva mendengar suara yang akrab itu dan gemetarnya berhenti. Dia mengenali pemilik suara itu dan memberanikan diri berjalan ke pintu.

Melalui lubang intip, dia berjinjit dan melirik sekilas. Segera tubuhnya membeku dan ekspresinya dipenuhi teror.

Kakinya menjadi lemas dan dia terjatuh ke belakang.

"Halo? Aku tahu kau di dalam! Buka pintunya! Cepat!"

Eva mendengar permohonan itu dan masih tak bergerak. Dia terlihat seperti kehilangan jiwanya setelah melihat melalui lubang intip.

"Jika kau tidak mau membukanya, aku akan masuk!"

Suara itu berubah menakutkan. Ekspresi Eva berubah. Dia tiba-tiba dipenuhi tekad saat berada di ujung tanduk. Dia melihat petunjuk dan misi yang dia miliki.

Petunjuk yang dia miliki adalah pulpen berdarah terkutuk, itu bisa melukai hantu. Misinya adalah membunuh salah satu hantu.

Dengan keberanian yang meledak, Eva berdiri dan mengeluarkan pulpen terkutuk itu, menyiapkan ujungnya untuk menyerang.

Dia menelan ludahnya dan matanya memerah. Gemetaran kembali menjalari tubuhnya saat suara itu kembali.

"Aku akan mendobrak jika kau tidak mau membukanya!"

Braak!

Pintu itu benar-benar didobrak dan kekuatan yang mendobraknya tidak main-main.

Itu seperti kepala yang mendobrak pintu bukan tubuh.

Eva mundur dan menunggu sampai pintu itu tidak bisa bertahan.

Pada saat itu, dia mendengar suara lain yang kali ini datang tepat dari sampingnya.

"Di belakangmu...."

Ekspresi Eva yang dipenuhi tekad itu luntur. Dia memucat saat melihat tidak ada siapapun di sisinya dan saat dia hendak menoleh ke belakang, teriakan memekakkan telinga memenuhi ruangan.

Eva terguncang dan pulpen di tangannya terjatuh. Kesadarannya tidak bisa bertahan dan dia jatuh pingsan karena kejutan yang tak terlukiskan.

***

ReiRei melihat pintu penyok itu dengan bingung. Dia tidak mengerti bagaimana pintu besi bisa dipenyokkan sedemikian rupa. Dia melirik ke koridor dan merasa lantai ini lebih berbahaya daripada dua lantai yang dia jelajahi sebelumnya.

Dia berada di lantai terakhir dan hanya ada tangga ke atap dengan pintu terkunci, jadi dia menjelajahi lantai ini dan menemukan kamar dengan pintu yang sudah penyok seperti didobrak oleh sesuatu yang sangat kuat.

ReiRei, yang hendak mengetuk pintu, berhenti karena dia merasakan ada sesuatu yang hidup di dalam.

Ini pertama kali dia merasakannya dan dia tahu orang yang hidup itu manusia. Rupanya begini perasaan hantu yang tahu ada manusia di dekatnya.

ReiRei mencoba membuka pintu itu daripada mengetuk. Dia terkejut karena pintu itu memang sudah rusak dan hanya butuh dorongan kecil untuk membukanya.

Begitu dia masuk, dia disambut oleh sosok seorang gadis yang terbaring di depan pintu.

"Eva?" ReiRei jelas mengenalinya.

Dia memeriksa gadis itu dan tenang setelah memastikan gadis itu masih hidup. Dia mendongak dan menatap sesuatu di atasnya. Hantu lain.

"Hei, apa yang terjadi padanya?"

 Hantu lain itu tidak menjawabnya, tetapi juga tidak pergi. Itu berlama-lama di sana memperhatikan ReiRei.

"Benar, tidak mungkin kau bisa menjawab."

Namun, tepat setelah kata-katanya, dia mendengar jawaban yang mengejutkan.

"Segera pergi... Jangan berbalik... Ada di belakangmu... Pergi..."

 Sebelum ReiRei sempat mempertanyakan itu, hantu di atasnya hilang.

Dia tercengang sesaat lalu memutuskan untuk segera pergi seperti yang disarankan. Dia juga tahu ada yang salah dengan lantai ini dan ruangan ini.

Dia menarik Eva dan membawanya dengan gendongan putri. Itu karena dia takut jika dia menggendongnya di belakang, 'sesuatu' itu akan membahayakan Eva.

ReiRei keluar dan bergegas menuju tangga, turun ke lantai sebelumnya dan menemukan ruangan yang aman untuk menunggu Eva bangun. Dia tidak mungkin membawa Eva menuruni sepanjang lantai gedung, itu terlalu melelahkan bahkan sebagai hantu.

***

Luxie dan kawan-kawan menjelajahi lantai 4, untungnya mereka tidak menemukan apa-apa. Itu adalah hal yang patut disyukuri karena dia takut bertemu sesuatu yang sama mengerikannya dengan sesuatu di lantai 2. Namun, itu artinya mereka juga belum menemukan rekan mereka yang lain.

"Saatnya ke lantai 5. Jika misiku selesai, aku juga akan tetap tinggal." Luxie mengumumkan.

Dia melirik Nanad yang masih ada meski sudah menyelesaikan misinya.

"Ayo cepat, jangan berlama-lama di tangga," saran Dinda mendesak mereka.

Mereka menaiki tangga ke lantai 5. Kali ini, lantai itu sudah menyiapkan kejutan yang mencengangkan.

Ada darah berceceran di lantai dan pintu-pintu kamar itu seluruhnya dicat hitam dan berbau besi berkarat dan amis darah.

Kak Zoey maju ke depan untuk memimpin, dia mengisyaratkan mereka untuk berdiri di belakangnya sambil mengeluarkan sebungkus permen.

Dia bertindak sebagai pelindung dan memakan permen yang diberikan Arika. Yang lain di belakang mengikutinya untuk memakan permen itu, mereka bersiap pada serangan.

Ketika mereka berjalan ke kamar terdekat, pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dari dalam, hembusan udara dingin menusuk mereka.

Jantung mereka bergidik dan mereka bisa mendengar suara-suara aneh dari kamar itu.

Rasanya seperti mereka disambut untuk masuk ke dalam.

Ketika mereka hendak mengabaikan kamar itu dan pergi, mereka mendengar teriakan memekakkan telinga yang membuat mereka terperanjat.

Arika yang lebih dulu panik dan berlari masuk ke kamar, disusul oleh Nanad dan Dinda. Luxie dan Kak Zoey tidak punya pilihan selain mengikuti mereka masuk.

Begitu semuanya di dalam, pintu itu tertutup dan terkunci.

"Tenang, aku punya kuncinya." Kak Zoey menghibur mereka agar mereka tidak terlalu cemas.

Ruangan itu sangat aneh. Tidak ada lampu yang menyala, tetapi ada lilin yang menyala di meja dengan sebuah buku dan selembar foto.

Begitu Luxie mendekati meja itu, cahaya lilin bergerak-gerak dan suara musik yang diputar terdengar.

"A-apa itu?" Arika tercekat.

Dia melihat kotak musik berputar di bawah meja. Kak Zoey dan lainnya segera melihat ke arah yang sama dan Luxie akhirnya menemukan benda dari misinya.

 [Selamat pada pemain 005 karena berhasil menyelesaikan misi, apakah Anda ingin tetap tinggal atau keluar?]

Luxie tidak ragu memilih tinggal. Dia memang sudah menemukan kotak musik dari misinya, tetapi dia tidak ingin pergi sebelum menemukan semua temannya.

Dia melirik buku di meja dan mengambilnya. Ketika dia membaliknya dan membaca halaman pertama, matanya bergetar dan ekspresinya berangsur-angsur berubah ngeri.

Dia menjatuhkan buku itu.

Melihat reaksinya yang aneh, Kak Zoey berjalan ke arahnya dan mengambil buku itu. Ikut membacanya di halaman yang sama, tetapi ekspresinya berubah sama seperti Luxie. Dia bahkan tampak lebih terguncang.

"Apa? Apa isinya, kak?" Dinda, Arika, dan Nanad merasa jantung mereka seperti dicengkeram ketakutan.

Mereka mengambil buku itu dan halaman pertama memasuki mata mereka. Tulisan yang ditulis dengan darah.

{Begitu aku tiba, aku tidak bisa menemukan teman-temanku, di mana mereka? Dunia aneh apa ini?

Semuanya aneh, diriku juga menjadi aneh. Aku tidak bisa menulis dengan tinta, jadi aku hanya bisa menggunakan darahku untuk menulis ini agar aku tidak melupakan siapa diriku.

Tunggu, siapa aku?

Aku...

Benar, aku sudah mati...}

Di bagian bawah tulisan itu ada tandatangan yang akrab dan itu menjadi jelas siapa yang menulisnya.

Arika, Nanad, dan Dinda membeku.

Mereka juga menjatuhkan buku itu dan halaman-halamannya membalik sendiri.

Semua halaman berikutnya hanya diisi kalimat, "Di belakangmu!"

Bulu kuduk mereka berdiri tegak dan cahaya lilin di ruangan itu tiba-tiba padam.

Ting!

Mereka masing-masing mendengar bunyi notifikasi pesan yang familiar.

Luxie yang pertama tersadar dan mengeluarkan ponselnya.

Dia membuka pesan itu dan keterkejutan memenuhi dirinya.

Isi pesannya adalah:

Pengirim: Anggie

Pesan: Aku di sini! Apa kalian tidak bisa melihatku?

Begitulah kengerian itu dimulai.

***

Bagian pertama fin~

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun