Mohon tunggu...
Agus Suhariono
Agus Suhariono Mohon Tunggu... Konsultan - Bukan siapa-siapa

Tertarik meneliti hukum yang berlaku di Indonesia dari tinjauan filosofi, histori, teori dan dogmatik hukum

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menakar Implementasi Akta Elektronik Pertanahan

15 November 2024   10:26 Diperbarui: 15 November 2024   16:38 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Penulis

Abstrak

Artikel ini membahas implementasi Akta Elektronik Pertanahan atau Akta-el, yang dikembangkan sebagai bagian dari digitalisasi layanan pertanahan di Indonesia. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mendukung penerapan akta elektronik melalui regulasi terkait sertifikasi tanah elektronik dan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Implementasi Akta-el melibatkan beberapa pihak, seperti BPN sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), Kantor Pertanahan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan masyarakat sebagai pengguna. Artikel ini juga mengkaji penggunaan rekening escrow untuk memastikan keamanan pembayaran dalam transaksi elektronik, yang dapat mengurangi potensi sengketa. Selain itu, penting untuk mengatur afiliasi antara pengguna dan PPAT agar proses penunjukan PPAT berjalan lancar, transparan, dan sesuai dengan wilayah kerja yang sah. Dengan adanya Akta-el, diharapkan layanan pertanahan di Indonesia menjadi lebih efisien, aman, dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Pendahuluan

Belakangan ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengadakan sebuah Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Aspek Hukum dan Regulasi Terkait Penerapan Akta PPAT Elektronik." Diskusi ini bertujuan untuk memahami lebih jauh tentang regulasi dan kesiapan hukum dalam mendukung implementasi Akta Elektronik Pertanahan atau Akta-el. Artikel ini bertujuan untuk meninjau keadaan dan regulasi yang telah berjalan, yang nantinya menjadi landasan utama penerapan akta elektronik di bidang pertanahan.

Pendaftaran tanah di Indonesia semakin masif, terutama melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini mendorong peningkatan pendaftaran tanah yang signifikan, dengan beberapa wilayah bahkan telah mencapai pendaftaran tanah hingga 100%. Peningkatan ini menandai langkah besar dalam penyelesaian persoalan pertanahan dan mendukung implementasi sistem elektronik pada sertifikat tanah. Adapun regulasi mengenai sertifikat tanah elektronik juga telah hadir. Tentunya hanya bidang tanah yang telah memiliki Sertifikat Hak Atas Tanah Elektronik (SHAT-el) yang dapat memanfaatkan akta elektronik, baik untuk proses peralihan hak maupun pembebanan hak atas tanah. Hal ini menunjukkan bahwa landasan hukum telah mulai terbentuk untuk mendukung penerapan penuh akta elektronik di Indonesia.

Selain itu, regulasi mengatur bahwa wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah membuat alat bukti khusus untuk perbuatan hukum tertentu di bidang pertanahan seperti jual beli, hibah, tukar-menukar (bidang peralihan hak), APHT dan SKMHT (bidang pembebanan hak), yang selama ini telah dibakukan untuk isi aktanya. Sehingga, format akta yang baku ini menjadi salah satu landasan penting dalam penerapan akta elektronik.

Tidak kalah pentingnya adalah dukungan regulasi dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terakhir diubah dengan UU No. 1 Tahun 2024. Pasal 5 dalam UU ITE mengalami perubahan yang memungkinkan dukungan penuh terhadap implementasi akta elektronik. Hal ini memastikan bahwa akta yang dibuat secara elektronik akan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta fisik, sehingga mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait.

Implementasi Akta Elektronik

Implementasi akta elektronik di bidang pertanahan melibatkan sejumlah pihak dan prosedur yang telah disesuaikan dengan sistem digital. Berikut ini adalah tahapan dan peran berbagai pihak dalam pelaksanaan akta elektronik:

1.   KemenATR/BPN sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Publik  

Kementerian ATR/BPN berperan sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) publik yang menyediakan forum digital khusus untuk pembuatan akta elektronik. Forum ini memfasilitasi pendaftaran dan penandatanganan akta yang dilakukan secara elektronik, memungkinkan proses yang lebih cepat dan efisien bagi masyarakat.

2.   Kantor Pertanahan setempat 

Kantor pertanahan (Kantah) setempat (sesuai lokasi obyek) juga dilibatkan dalam proses akta elektronik. Kantah ini memiliki hak akses atas buku tanah sesuai wilayah kerjanya dan bertugas melakukan pendaftaran peralihan dan pembebanan dan pencatatan lainnya. Dengan keterlibatan kantor pertanahan, proses pendaftaran peralihan dan pembebanan hak dapat dilakukan secara langsung dan tercatat di sistem elektronik BPN.

3.   PPAT 

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diberi hak akses pada sistem PSE. Sebelum mengakses sistem, PPAT harus terlebih dahulu memiliki Tanda Tangan Elektronik sesuai dengan ketentuan UU ITE. PPAT memiliki peran utama dalam membuat akta elektronik yang sah secara hukum, dan dengan akses langsung ke sistem digital BPN, proses pembuatan akta dapat dilakukan lebih praktis.

4.   Masyarakat sebagai Pengguna Sistem 

Masyarakat, khususnya pemohon yang hendak melakukan transaksi tanah seperti jual beli, perlu membuat akun di sistem digital BPN. Dalam hal ini, penjual harus memiliki akun dan mengajukan permohonan Akta Jual Beli elektronik, sementara pembeli juga diwajibkan memiliki akun untuk keperluan transaksi tersebut. Keterlibatan pengguna langsung dalam sistem elektronik menjadikan proses lebih transparan dan mudah diawasi.

5.   Forum Digital sebagai Platform Elektronik  

Salah satu contoh forum digital serupa adalah sistem lelang elektronik yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Pada penjualan umum (lelang), PSE nya adalah KPKNL Pusat, yang juga melibatkan kantor-kantor KPKNL di daerah sesuai dengan lokasi objek lelang. Sistem ini menjadi referensi bagaimana forum digital dalam pertanahan dapat bekerja, dengan dukungan berbagai pihak di tingkat pusat dan daerah.

Selain itu, pada platform Lelang Elektronik, sistem escrow menjadi solusi yang efektif untuk menjamin keamanan transaksi. Pembeli mengirimkan dana ke rekening escrow yang dikelola oleh platform, bukan langsung ke penjual, sehingga uang tersebut akan ditahan sementara sampai transaksi diselesaikan sesuai ketentuan. Pendekatan ini terbukti mengurangi potensi konflik atau sengketa terkait pembayaran, karena dana tidak akan diteruskan ke penjual hingga semua persyaratan transaksi terpenuhi.

Pada akta elektronik (akta-el) pertanahan, mekanisme escrow seperti ini juga dapat diterapkan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi semua pihak. Saat penjual dan pembeli menyepakati suatu transaksi pertanahan melalui akta-el, pembeli membayar melalui rekening escrow yang dikelola oleh platform digital BPN atau instansi terkait. Dana ini akan tetap berada di escrow hingga seluruh proses transaksi, termasuk verifikasi dan penerbitan akta elektronik oleh PPAT, selesai.

Hal itu tidak hanya melindungi pembeli dari risiko penipuan atau ketidakpastian, tetapi juga memberi rasa aman kepada penjual bahwa pembayaran sudah ada dalam pengawasan platform. Keunggulannya, PPAT yang bertugas membuat akta tidak hanya berperan sebagai saksi atau pengesah atas transaksi, tetapi juga dapat memastikan bahwa pembayaran berjalan dengan aman, tanpa harus menangani masalah pembayaran langsung.

Mekanisme escrow ini juga dapat meminimalisir sengketa yang sering terjadi dalam transaksi konvensional, di mana pembayaran hanya diakui lewat pertanyaan verbal dari PPAT kepada pihak-pihak terkait. Dalam akta-el, ketentuan pembayaran dapat sepenuhnya diatur secara digital dan diverifikasi oleh platform, menjadikan transaksi lebih transparan, aman, dan bebas sengketa.

6. Afiliasi Antara Pengguna dengan PPAT

Isu penting yang patut diperhatikan dalam implementasi akta elektronik pertanahan, adalah isu penunjukan PPAT. Mengingat sistem akta elektronik dikelola melalui PSE oleh BPN Pusat memungkinkan pengguna, seperti penjual dan pembeli, membuat akun langsung tanpa langsung terhubung ke PPAT tertentu. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan mengenai afiliasi atau keterhubungan antara pengguna dan PPAT yang seharusnya ditangani secara cermat agar proses berjalan efektif.

Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait afiliasi pengguna dengan PPAT dalam sistem ini:

a.   Kebutuhan Pengaturan Afiliasi antara Pengguna dengan PPAT

Dalam skema akta elektronik, diperlukan aturan yang mengatur afiliasi atau hubungan antara pengguna dan PPAT. Afiliasi ini untuk memastikan bahwa pengguna, misalnya penjual dan pembeli, dapat dengan mudah mengakses jasa PPAT yang kompeten dan sesuai wilayah kerja. Adapun pentingnya pengaturan afiliasi meliputi:

Kepastian Hukum dalam Pilihan PPAT

Pengguna akan merasa lebih nyaman jika bisa memilih atau terhubung dengan PPAT yang mereka percaya atau yang memiliki reputasi baik sesuai wilayah kerja PPAT.

Menghindari Konflik atau Kerancuan Akses

Dengan adanya pengaturan afiliasi yang jelas, diharapkan tidak terjadi konflik terkait siapa PPAT yang berwenang membuat akta elektronik, sehingga transaksi dapat berlangsung lancar.

Transparansi bagi Semua Pihak

Jika hubungan antara pengguna dan PPAT diatur dengan jelas, maka baik pengguna, PPAT, maupun BPN dapat saling memahami hak dan kewajiban dalam proses elektronik ini.

b.   Pilihan Penunjukan PPAT dalam Sistem PSE

Sistem PSE yang dikelola oleh BPN Pusat idealnya memiliki mekanisme penunjukan PPAT yang adil dan efisien. Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan terkait ini:

Pemilihan Langsung oleh Pengguna: 

Pengguna diberi akses untuk memilih PPAT tertentu dari daftar PPAT yang aktif di wilayah kerja objek tanah. Ini dapat memberi kebebasan bagi pengguna, namun perlu sistem validasi untuk memastikan PPAT yang dipilih benar-benar memiliki wilayah kerja yang sah.

Penunjukan Otomatis oleh Sistem Berdasarkan Wilayah dan Kapasitas:

 Jika pengguna tidak memiliki preferensi, sistem bisa menunjuk PPAT secara otomatis yang memiliki kapasitas dan wilayah kerja sesuai objek tanah. Penunjukan ini harus adil untuk semua PPAT yang berada di wilayah kerja yang sama, menghindari penumpukan beban di satu pihak.

c.   Pentingnya Interaksi Langsung antara Pengguna dan PPAT

Meskipun sistemnya berbasis elektronik, interaksi langsung antara pengguna (penjual dan pembeli) dengan PPAT tetap perlu dijaga agar keabsahan akta dan pemahaman pihak-pihak terkait tetap terjaga. Interaksi ini juga akan memperkuat hak pengguna dalam memilih PPAT yang tepat untuk transaksi mereka. Langkah-Langkah untuk Mewujudkan Afiliasi yang Efektif meliputi:

Sosialisasi kepada Pengguna tentang Hak Memilih PPAT

Sistem perlu dilengkapi dengan panduan atau informasi agar pengguna dapat memahami cara memilih PPAT yang sesuai.

Integrasi Profil PPAT dalam Sistem PSE

Sistem dapat menyertakan profil PPAT beserta wilayah kerja, sehingga pengguna dapat memilih PPAT berdasarkan preferensi dan melihat rekam jejak atau ulasan layanan.

Pada prinsipnya implementasi akta elektronik penting untuk mengatur afiliasi yang jelas antara pengguna dan PPAT. Afiliasi ini penting agar hak akses PPAT hanya diberikan kepada mereka yang memenuhi kualifikasi wilayah kerja tertentu, serta memastikan pengguna dapat terhubung langsung dengan PPAT yang relevan. Selain itu, sistem juga sebaiknya memberikan kebebasan bagi pengguna untuk memilih PPAT atau menyediakan penunjukan otomatis yang adil dan efisien. Dengan demikian, implementasi akta elektronik akan berjalan lebih lancar, transparan, dan sesuai dengan aturan yang ada.

Kesimpulan

Implementasi akta elektronik dalam pertanahan menjadi langkah besar dalam proses digitalisasi layanan pertanahan di Indonesia. Dengan dukungan regulasi dari Kementerian ATR/BPN, sertifikasi tanah elektronik, dan UU ITE, akta elektronik kini memiliki landasan yang lebih kuat untuk diterapkan. Kolaborasi antara BPN, Kantor Pertanahan, PPAT, serta masyarakat pengguna menunjukkan bahwa digitalisasi ini dapat diterapkan dengan sinergi yang efektif.

Implementasi akta elektronik diharapkan semakin mempercepat dan mempermudah layanan pertanahan, sehingga memberikan kenyamanan bagi masyarakat serta kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Hal yang paling penting adalah mengurangi potensi sengketa pertanahan.

Author: Agus Suhariono

Tanggal: 15-11-2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun