Pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik seharusnya mendukung tujuan pokok dari UUHT di atas. Akan tetapi ternyata pengaturan dalam Permen ATR/KBPN No. 5/2020 justru bertolak belakang dengan tujuan UUHT. Hal tersebut tercemin dari pengaturan Pasal 25 ayat (1) Permen ATR/KBPN No. 5/2020 yang menentukan:
"Dalam hal terjadi keadaan darurat di luar kendali manusia (force majeure) dan/atau keadaan tertentu yang menyebabkan Sistem HT-el terganggu dan hasil Pelayanan HT-el tidak dapat diterbitkan, maka permohonan Pelayanan HT-el dinyatakan batal".
Dari ketentuan Pasal  25 ayat (1) Permen ATR/KBPN No. 5/2020 mengandung pengertian apabila Sistem HT-el mengalami gangguan teknis maka pendaftaran dinyatakan batal.
Dengan demikian jelas sudah tujuan dilakukannya pendaftaran hak tanggungan secara elektronik yang seharusnya memberikan kemudahan pelayanan publik dalam mendukung UUHT untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum justru Pasal 25 ayat (1) Permen ATR/KBPN No. 5/2020 memberikan ketidakpastian hukum, sehingga perlindungan hukum juga tidak dapat dilaksanakan. Tentunya pembatalan tersebut sangat merugikan kedudukan kreditor dalam upaya mendapatkan jaminan kepastian dan perlindungan hukum terkait saat lahirnya hak tanggungan.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini adalah apakah Menteri ATR/KBPN berwenang membuat pengaturan dalam Pasal 25 ayat (1) Permen ATR/KBPN No. 5/2020? dan bagaimana seharusnya penormaan yang baik dalam mengakomodir terganggunys sistem HT-el?
Pembahasan
1. Â Pengertian Force Majeure
Menurut doktrin yang disarikan oleh penulis, force majeure adalah keadaan yang tidak bisa dihindari yang terjadi di luar kemampuan yang dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor massa dan faktor teknis. Keadaan force majeure dapat berakibat : a) prestasi tidak dapat dilaksanakan;
b) tertunda pelaksanaannya.
Dengan terjadinya force majeure, maka kepada pihak yang belum melaksanakan prestasi (debitor) dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang timbul, karena prestasi yang seharusnya dilakukan menjadi tidak dapat dilaksanakan atau tertunda pelaksanaannya.
Unsur-unsur force majeure yang dapat membebaskan tanggung jawab debitor adalah: