Diskriminasi juga dapat berupa pengucilan sosial dan ekonomi. Masyarakat adat sering kali dipandang rendah oleh masyarakat umum, yang mengakibatkan mereka kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan akses ke pasar. Sebuah studi oleh Oxfam (2020) menunjukkan bahwa masyarakat adat di Indonesia memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Hal ini menunjukkan bahwa diskriminasi tidak hanya berdampak pada hak-hak politik dan sosial mereka, tetapi juga pada kesejahteraan ekonomi mereka.
 Dalam konteks budaya, masyarakat adat sering kali mengalami tekanan untuk mengubah atau menghilangkan tradisi mereka demi menyesuaikan diri dengan norma-norma masyarakat modern. Ini dapat dilihat dalam banyak kasus di mana praktik budaya, bahasa, dan tradisi masyarakat adat diabaikan atau dianggap tidak relevan. Sebagai contoh, banyak anak-anak dari masyarakat adat yang dialihkan ke sekolah-sekolah umum yang tidak mengajarkan bahasa dan budaya mereka, sehingga menyebabkan hilangnya identitas budaya yang berharga.
 Dengan demikian, diskriminasi yang dialami oleh masyarakat adat bukan hanya masalah hak asasi manusia, tetapi juga merupakan isu yang kompleks yang melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Upaya untuk mengatasi diskriminasi ini memerlukan pendekatan yang holistik dan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat adat itu sendiri.
 Dampak marginalisasi terhadap kehidupan masyarakat adatÂ
 Marginalisasi yang dialami oleh masyarakat adat memiliki dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan mereka. Salah satu dampak paling mencolok adalah hilangnya akses terhadap sumber daya alam yang menjadi bagian integral dari budaya dan identitas mereka. Menurut laporan dari United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (UNPFII) tahun 2018, masyarakat adat di seluruh dunia sering kali terpinggirkan dari pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, yang pada gilirannya mengancam keberlanjutan hidup mereka.[23]
 Dampak lainnya adalah penurunan kualitas hidup yang disebabkan oleh kurangnya akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat adat cenderung memiliki tingkat partisipasi pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan non-adat. Hal ini berkontribusi pada siklus kemiskinan yang sulit diputus, di mana generasi muda masyarakat adat tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi mereka.
 Selain itu, marginalisasi juga berkontribusi pada hilangnya pengetahuan tradisional dan praktik budaya. Masyarakat adat sering kali mengalami tekanan untuk mengadopsi gaya hidup modern yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan tradisi mereka. Sebuah studi oleh Smith dan Johnson (2019) menunjukkan bahwa ketika masyarakat adat dipaksa untuk meninggalkan praktik tradisional mereka, tidak hanya identitas mereka yang terancam, tetapi juga pengetahuan kolektif yang telah diwariskan selama berabad-abad.[24]
 Secara keseluruhan, dampak marginalisasi terhadap masyarakat adat sangat kompleks dan saling terkait. Dari kehilangan akses terhadap sumber daya alam, penurunan kualitas hidup, hilangnya pengetahuan tradisional, hingga dampak psikologis, semua ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengakui dan mengatasi masalah diskriminasi yang dihadapi oleh masyarakat adat. Hanya dengan pendekatan yang inklusif dan menghormati hak asasi manusia, kita dapat memastikan bahwa masyarakat adat dapat hidup dengan martabat dan hak-hak mereka diakui.
 Pengabaian Hak atas Tanah dan Sumber Daya Alam
 Kasus-Kasus Sengketa Lahan
 Pengabaian hak atas tanah dan sumber daya alam merupakan salah satu tantangan terbesar  yang dihadapi oleh masyarakat adat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Kasus-kasus sengketa lahan sering kali terjadi ketika tanah yang secara tradisional dikelola oleh masyarakat adat diambil alih oleh pihak ketiga, seperti perusahaan perkebunan, pertambangan, atau proyek infrastruktur pemerintah. Hal ini sering kali dilakukan tanpa adanya konsultasi yang memadai atau persetujuan dari masyarakat adat yang memiliki hak atas tanah tersebut.