Aku kembali mengangguk.
"Kamu bisa mulai bekerja Senin depan," ujarnya, "Mau di sini dulu atau pulang?"
Kukatakan pada ibu kepala yayasan bahwa aku ada acara siang nanti di kampus. Aku memohon diri dan berpamitan. Ia bilang titip salam ke Mas Wahyu.
***
TAK BUTUH lama aku mengenalnya. Selain karena kami berada dalam meja yang sama, ia juga tipe seseorang yang mudah berbicara.
Hamzanama, begitulah ia menyebut namanya.
"Kau bisa memanggilku Hamza," ujarnya.
Bagiku, di era sekarang, nama Hamzanama sangat asing dan aneh. Bahkan, saat itu aku baru kali pertama mendengar "Hamzanama".
Pertanyaan tentang namanya kusimpan hingga satu bulan lebih aku bekerja di perpustakaan itu. Hingga kami sudah lumayan akrab, aku pun berani menanyakan perihal nama asing itu.
Sebab, menurutku, dari perawakannya, nama Hamzanama tak cocok. Lagi pula, nama itu seperti datang dari negeri asing. Jauh. Sangat jauh sekali. Seperti sebuah negeri dongeng. Sedangkan, perawakannya sangat Indonesia, sangat Sumatera bahkan.
"Ham-za-na-ma. Jarang sekali orang Indonesia bernama itu." kataku suatu kali sambil memancing perbincangan.