("Melihat Langit-Langit", Ko Hyeong Ryeol, hlm. 82)
      Ironi dalam penggalan di atas menginsyaratkan, bahwa langit-langit yang secara harfiah bermakna plafon (bagian atas ruangan) rumah kita lirik, ternyata bagi mereka lirik hanyalah lantai yang berarti bagian bawah suatu ruangan atau bangunan. Penyair Ko berhasil menggambarkan kesenjangan sosial yang terjadi di sekitarnya.
      Kedua puisi di atas hanya sebagian contoh puisi yang berisi bagaimana kemiskinan di Korea Selatan. Selain kedua puisi itu, masih banyak puisi lain yang menggambarkan sisi hitam negeri ginseng itu, seperti puisi "Apakah Makanan Bebek untuk Petang ini", "Anak di Rumah itu", "Dua Ekor Kucing", "Aku telah Mati Pada Waktu itu", "Menangkap Cahaya yang tak Dapat Menyeberang", "Apel yang Bulat", "Kesewenang-Wenangan kepada Sang Surya", dll.
      Selain menggambarkan sisi "hitam" negerinya, Penyair Ko juga menuliskan tentang keindahan negerinya. Misalnya dalam penggalan puisi "Woiseorak" berikut.
Pergi ke Woiseorak dan dengan tenang duduk di kursi cermin
Â
      Danau Cheongdo
Â
Untuk melihat Gunung Seorak yang dekat, terdengar musik
Â
      Misteri dari lembah-