Mohon tunggu...
Aghniya Hanifatil Hakim
Aghniya Hanifatil Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi baca buku, nonton film, dan dengerin lagu. Suka banget sama drama Korea dan topik tentang psikologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

I Live Alone

20 Juni 2023   09:52 Diperbarui: 20 Juni 2023   10:00 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang aku bilang, aku suka ikut a' Galih mengantarkan sayuran ke pasar. Hari ini aku memutuskan ikut lagi. A' Galih biasanya mengantarkan sayuran ke pasar Cigasong, lalu setelah mengantarkan sayuran kami biasanya sarapan joneng (nasi kuning dalam bahasa Sunda) sudah menjadi kebiasaan kami berdua jika pulang dari mengantarkan sayuran pasti kami sarapan joneng. Waktu pertama kali makan joneng aku benar-benar terkejut karena lauknya hanya tempe orek serundeng dan gorengan, walau lauk-pauknya hanya sedikit tidak sebanyak nasi kuning pada umumnya, tapi rasanya enak banget. Salah satu alasan aku suka ikut a' Galih mengantar sayuran adalah sarapan joneng.  

Biasanya setelah mengantar sayuran dan sarapan kami memutuskan untuk langsung pulang, tapi hari ini a' Galih mengajakku pergi ke Terasering Panyaweuyan, a' Galih bilang ia terlalu sering melihatku di rumah jadi ia memutuskan untuk mengajakku ke sana dan a' Galih juga bilang bahwa tempat tersebut sangat indah dan ia jamin aku pasti akan suka. Melewati jalan menanjak yang berkelok-kelok cukup menyeramkan dan membuatku sedikit pusing, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat pemandangan yang begitu memanjakan mata. A' Galih benar pemandangan di sini begitu indah dan rasanya aku tidak ingin pulang.

Dengan membayar tiket masuk seharga Rp 5.000,00 terbilang cukup murah dengan pemandangan yang begitu indah dan banyak juga spot foto yang indah dan instagramable bahkan A' Galih sempat memfotoku dengan kamera handphonenya. Kami menghabisakan waktu dengan banyak foto-foto di sana karena sangat sayang jika tidak mengambil gambar yang banyak. Aku juga meminta tolong  pada a' Galih untuk mencetak fotoku sebagai kenang-kenangan. Setelah puas dengan foto-foto kami memutuskan melihat pemandangan di balkon yang tersedia.

"A' Galih pernah gak menyalahkan diri sendiri?" tanyaku, memulai percakapan di antar kami berdua selama hening kurang lebih sepuluh menit karena menikmati pemandangan yang indah di depan kami.

"Pernah. Waktu kedua orang tua saya meninggal." Jawabnya dengan nada sendu.

A' Galih menarik nafas panjang, siap untuk menceritakan dan aku memasang telingaku lebar untuk mendengarkan ceritanya. "Waktu saya masih kuliah di Sumedang, orang tua saya sering mengunjungi saya di kosan hampir setiap satu bulan sekali. Biasanya orang tua saya selalu mengabari saya kalau mau berkunjung, tapi hari itu datang tiba-tiba tanpa kabarin saya. Setiap orang tua saya mau kembali lagi ke Argalingga pasti selalu saya antar, tapi karena hari itu mereka datang mendadak dan saya lagi banyak tugas, saya gak bisa antar mereka pulang," a' Galih menjeda ceritanya untuk mengambil nafas, "Sampai akhirnya saya tahu orang tua saya kecelakaan dan menjadi korban yang tidak selamat. Saya marah pada diri saya, marah sama sopir mikro, marah sama keadaan, bahkan saya marah pada Tuhan. Sampai rasanya saya mau bunuh diri saat itu karena saya gak punya siapa-siapa lagi selain mereka, tapi akhirnya teman kosan saya menyadarkan saya, jika saya seperti itu terus orang tua saya akan sedih di atas sana. Dia juga bilang pada saya, kalau saya nyerah pada hidup saya siapa yang akan meneruskan kebun orang tua saya. Perkataannya membuat pikiran saya terbuka, kalau saya gak bisa hidup dengan perasaan bersalah dan marah seterusnya."

Aku tertunduk sendu mendengar cerita a' Galih.

"Kalau kamu sendiri? Alasan sebenarnya kamu ke Argalingga itu apa?" tanya a' Galih penasaran.

Sejujurnya aku tidak ingin menceritakan tentang diriku, tapi aku merasa bahwa a' Galih adalah orang yang bisa kupercaya jadi aku menceritakan semuanya, mulai dari Mama meninggal, mendengar percakapan Papa dan melihat pacar dan sahabatku berselingkuh.

"Proses menyembuhkan diri sendiri itu butuh waktu yang lama. Gapapa untuk sekarang kamu menikmati rasa sedih, kecewa, marah. Sampai akhirnya kamu sadar kamu gak bisa hidup dengan perasaan seperti itu selamanya," a' Galih menatapku sebelum ia melanjutkan, "Tapi kalau kamu lagi mengingat masa itu dan kamu merasa sedih, hampirin saya ya Ila. Saya tahu rasanya memendam perasaan sedih sendirian itu gak enak, maka dari itu kalau kamu lagi merasa sedih kamu hampirin saya ya, bagi-bagi ke saya rasa sedihnya."

Mendengar ucapan a' Galih membuat air mataku jatuh, aku terharu dengan penuturannya. Selama ini aku selalu memendam semua sendiri, tidak ada orang yang bisa aku ajak berbagi karena setiap merasa sedih aku selalu membagi perasaan itu ke Mama, Isyraf dan Azkia, tapi kali ini aku tidak bisa. Setelah mendengar ucapan a' Galih aku merasa bahwa di dunia ini masih ada orang yang bersedia mendengar ceritaku dan membuatku tidak merasa kesepian.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun