"Suka, tapi jarang makan." Ujarku.
"Kalau gitu sekarang mau makan seblak gak? Saya denger di daerah sini ada seblak enak banget, mau nyoba?" ajak a' Galih.
"Boleh. Aku jadi penasaran seenak apa seblaknya" ujarku dan a' Galih tersenyum.
Kami pun segera pergi ke kedai seblak yang a' Galih maksud sambil bergandengan tangan, kali ini suasana di antara kami sudah tidak canggung lagi, bahkan kami menganyunkan kedua tangan kami yang bergandengan sambil tertawa karena lawakan a' Galih.
Kemarin adalah masa lalu, hari ini adalah anugerah, dan besok adalah masa depan. Itu menjadi quote favoritku sejauh ini. Sebulan ke belakang aku melewati masa-masa yang cukup sulit, dari perginya Mama yang tiba-tiba, mengetahui bahwa selama ini Papa berselingkuh, pacarku dan sahabatku main di bekalang, menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi, marah dengan keadaan. Sampai akhirnya aku berada dititik mau memaafkan semua yang terjadi dan berdamai dengan keadaan, mungkin belum sepenuhnya, tapi setidaknya aku tidak begitu berlarut-larut seperti diriku yang kemarin. Aku juga berterima kasih kepada a' Galih karena ia selalu membantuku, menawarkan diri untuk mendengar ceritaku, dan menyadarkanku pentingnya berdamai dengan keadaan.
Aku juga sangat berterima kasih kepada diriku karena bisa diajak melewati masa-masa sulit, walau rasanya berat, tapi ia tetap mau bertahan sampai saat ini. Terima kasih diriku. Aku juga berharap semoga orang-orang di luar sana yang mengalami masa-masa sulit segera berdamai dengan masa lalu dan mau memaafkan kesalahan-kesalahan orang-orang yang pernah menyakitinya.
Karena manusia yang memaafkan dan berdamai dengan masa lalunya adalah manusia yang berbahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H