Waljinah kaget bukan kepalang. "Waluyo! Ngopo neng kene? Ngapain di sini? Begitu kira-kira artinya. Merasa dihardik, laki-laki yang ternyata namanya Waluyo ini sudah senang sekali, apataha lagi jika cintanya bersambut.
"Dek Jinny ..." sapanya lagi. Kedua tangannya digosok-gosok seperit baca mantra.
"Jinny ... jinny .. emange aku jin po?" Perempuan itu menghardik lagi. Hati Waluyo membuncah lagi. Nyaris menggapai langit-langit pos ronga.
"Dek Jinny, maukah kau menikah denganku?"
"Enak wae!" Tiga kali hardikan.
Sejurus kemudian ternampakkanlah seorang pemuda dua puluh tahunan dari pengkolan gang dan berdiri memeluk mesra pundak Waljinah. Dibakar api cemburu, Waluyo ciut. Naluri kelaki-lakiannya mengatakan bahwa ia tak aka menang kalau harus berduet dengan pemuda itu, apatah lagi kalau Waljinah membantunya.
Akhirnya pertanyaannya surut dan lebih lembut. "Waljinah, mengapa kau memilih pemuda ini daripada aku? Aku kurang apa?"
"Kurang banyak."
"Aku kalah banyak apa dari dia?"
"Kalah banyak duitnya!"
Gagal. Apatah dia mau melawan, pemuda itu bawa Avanza.