Gadis itu mendongak mencoba mendapatkan pandangan sempit di antara pundak orang-orang. Mukanya tersenyum meski dahinya mengernyit karena bau badan yang hangat di sekeliling. Saat lampu putih tersorot ke tengah panggung, barulah ia sadar benar-benar berada di tempat yang diinginkannya.
"Arya ..."
"Apa katamu?" tanya Lusi yang menemani.
"Ah, enggak."
Tersenyum.
Saat melodi pertama melantun, orang-orang bersorak. Sebagian berjingkrak. Saat memasuki bagian interlude sampai bridge, bahkan beberapa gadis sudah serak dan terbatuk-batuk. Seorang pingsan dan digotong. Tapi gadis satu itu sama sekali tak menghiraukannya. Diam begitu saja. Merapatkan jari-jari tangan sambil tersenyum. Hanya Arya yang ada di lorong pandangannya. Lengan yang bergerak-gerak itu. Kepala yang naik turun dan keringat yang terlempar dari ujung-ujung rambut. Semua gambaran tentang penabuh drum itu dilukiskan di memorinya.
"Nis. Nisa!"
"Eh? Iya?"
"Kamu memperhatikan Arya ya?"
Tak ada jawaban. Lusi mengangguk paham.
"Bukannya sudah pernah kau nyatakan perasaanmu ke dia?"