"Simbol? Jadi ada beberapa surat?"
"Ya, Pak. Ada enam surat."
"Boleh saya lihat sekarang?"
Akhirnya enam lembar surat itu kini dihampar di atas meja. Adam memerhatikan sejenak dan terdiam. Jari-jarinya menungkup menopang dagu, ketika pasangan suami-istri itu saling memandang penuh harap.
Surat-surat itu ditulis di atas enam lembar kertas berbahan sama. Warnanya agak kekuningan seperti telah tersimpan lama. Enam simbol yang dimaksud itu memang menarik perhatian, karena tertera berbeda di setiap suratnya. Surat yang disebut Gina datang pertama kali mengandung sebuah puisi bertema kehidupan dengan simbol menyerupai siku tegak sembilanpuluh derajat. Di surat kedua dan berikutnya berturut-turut tertera simbol awan mirip bentuk gumaman dalam komik, segitiga sama sisi, kotak dengan tulisan aneh di tidak utuh,  dua simbol panah berlawanan  arah, dan angka tujuh. Adam hanya melihat sekilas simbol-simbol itu tanpa banyak membaca puisinya.
"Apa pendapat Anda, Pak?" kata Yanuar. Tapi investigator itu malah tersenyum ketika melihat mata mereka secara bergantian.
"Ini surat biasa. Kertasnya biasa, HVS jenis ringan, meskipun sudah lama dan nyaris rusak. Simbol-simbol ini, yang sepertinya dibuat oleh anak SD. Kalian punya anak?"
"Iya. Tiga."
"Yang paling tua usia berapa?"
"Sebelas."
Adam berpikir sejenak. Ternyata Gina sudah cukup berumur dalam penampilannya yang masih nampak seperti pemudi. Pintar merawat diri, itu salah satu senjata penting bagi perempuan yang ingin membuat laki-lakinya merasa dihargai. Pikiran itu kemudian buyar dalam sekejap.