"It's okay, nggak masalah. Kamu ingat kalau ultahku di bulan ini aja aku udah seneng kok, hehe."
"Well, lu gimana kabarnya? Masih suka begadang, kah?"
"Hahaha, baik. Iya, masih lumayan sering buat begadang. Kenapa?"
"Kebiasaan! Masih tetep di Busur Panah?"
"Iya, tapi nggak sesering dulu. Kenapa memangnya?"
"Emang lu udah nggak trauma sama tempat itu?"
"Loh? Trauma? Kok tahu kalau aku pernah agak trauma sama tempat itu?"
"Tahulah, lu kan dulu sering posting instastory soal Busur Panah dan trauma-trauma lu yang kayaknya sih karena gue, ya? Hehe."
Aku tidak menjawab dengan diksi "iya" atau "tidak", aku hanya menghela napas panjang untuk merespons pertanyaanya.
***
Jujur, aku sempat menghindari segala sesuatu yang berkaitan dengan Busur Panah. Bahkan, sekalipun aku candu dengan racikan kopi gula aren yang khas di kafe tersebut, aku memilih untuk memesannya lewat aplikasi daring.