Mohon tunggu...
Sitha Afril
Sitha Afril Mohon Tunggu... Freelancer - BINUSIAN

Saya hanya seorang pembelajar yang terkadang "absurd" dalam menyikapi fenomena di sekitar. Jadi, jangan terkejut jika tulisan-tulisan saya pun "absurd", he-he!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kalian Berdua Batu

8 September 2020   05:15 Diperbarui: 12 September 2020   16:33 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sisa bangunan rumah sakit. (sumber: pixabay)

"Kakak capek memaklumi tabiat Abangmu yang enggan meninggalkan kebiasaan mabuknya. Kakak capek mendengar gunjingan teman yang selalu memojokkan Abangmu dan menghakimi lingkaran pertemanannya," tambahku.

Huta menyimak dengan raut bingung.

"Sebuah hubungan dibangun oleh dua orang untuk saling mendukung, menguatkan dan mengingatkan. Tapi, hubungan Kakak dan Bang Lian jauh dari ketiga hal tadi. Abangmu jarang mendukung kegiatan Kakak dan Kakak pun dibilang tidak becus menguatkan Abangmu. Pun dalam urusan mengingatkan, kami tidak bisa sama-sama mengingatkan karena dasar hidup kita berbeda. Harusnya kamu paham itu, Dik!" jelasku.

Huta nampak terkejut saat mendengar penjelasan terakhirku.

"Kamu tahu Kakak dan kalian berlainan iman. Mungkin untuk urusan duniawi kita memang satu visi, tapi untuk urusan iman? Kita berbeda. Itu yang sebenarnya membuat Kakak memilih mundur," kataku lagi.

"Kenapa baru sekarang Kakak bilang begini? Dan, kenapa dulu Kakak sepakat untuk berpacaran dengan Abang? Padahal, kalian berdua juga sama-sama tahu kalau kita beda agama!" ketus Huta merespons.

Aku kelagepan. Seingatku, aku dan Julian menyepakati sebuah ikatan tanpa "tapi" dan "karena". Kami mengedepankan naif dan mengabaikan kenyataan bahwa kami akan sulit menjadi "kita". 

Kami sama-sama menghanyutkan diri dalam arus ketidakmungkinan. Walau ujungnya, kami harus berpisah karena perbedaan tabiat dalam bertindak dan menjadikan perbedaan iman sebagai alibi paling aman saat ditanya alasan berpisah oleh orang terdekat dan kawan-kawan. Sebuah perpisahan yang telah terprediksi sedari awal kami sah sebagai "kita" yang berakhir fana.

"Kenapa, Kak?" tanya Huta makin ketus.

"Karena...." belum sempat aku menjawab, Huta menyela.

"Kalian berdua batu!" katanya yang lantas meninggalkanku sendirian di depan ruang ICU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun