Mohon tunggu...
Afid Alfian Azzuhuri
Afid Alfian Azzuhuri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang pelajar - penikmat sastra - suka menulis- pendengar musik berbagai genre - masih manusia

Afid Alfian A | Kendal, Jateng 🏠. | 19 Des 🎂. | Sagitarius♐. | Bocah SMA yang suka mencoba banyak hal | Tolong bantu suport blog saya dengan like, share, dan komen disetiap tulisan-tulisan saya🙏 | ........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bayangan di Bawah Ombak

8 September 2024   19:23 Diperbarui: 11 September 2024   08:22 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/romane4820

 

Di tengah lautan biru yang luas, terhampar sebuah pulau kecil bernama Nusa Penida. Pulau itu terkenal dengan keindahan alamnya yang memesona, dihiasi tebing-tebing terjal, pantai pasir putih, dan air laut yang jernih. Namun, di balik keindahannya, Nusa Penida menyimpan misteri dan legenda yang mengerikan, yang turun temurun dikisahkan oleh penduduk setempat.

 

Di sebuah desa kecil di pulau itu, hiduplah seorang pemuda bernama Wayan. Wayan adalah seorang nelayan yang handal dan dikenal ramah oleh warga desa. Ia memiliki istri yang cantik bernama Ni Luh dan seorang anak perempuan kecil bernama Ayu. Kehidupan mereka sederhana namun penuh kebahagiaan.

 

"Ayu, Sayang, bantu Ibu menjemur ikan asin ini, ya," ujar Ni Luh sambil tersenyum lembut kepada putrinya yang sedang bermain di halaman.

 

"Iya, Bu," jawab Ayu dengan riang, berlari kecil menuju tempat jemuran.

 

Wayan, yang baru saja pulang dari melaut, mendekat dan mengusap kepala Ayu dengan sayang. "Ayu, nanti sore Bapak ajak jalan-jalan ke pantai, ya. Kita cari kerang," kata Wayan.

 

"Benar, Pak?" tanya Ayu dengan mata berbinar.

 

"Benar, Sayang," jawab Wayan sambil menggendong Ayu.

 

Sore itu, Wayan mengajak Ayu berjalan-jalan di sepanjang pantai. Mereka bermain pasir, mencari kerang, dan menikmati keindahan matahari terbenam.

 

"Ayu, lihat, ada burung camar!" seru Wayan, menunjuk ke arah sekawanan burung camar yang terbang di atas kepala mereka.

 

"Wah, banyak sekali, Pak!" jawab Ayu dengan gembira.

 

Tiba-tiba, angin bertiup kencang dan langit mendung. Gelombang laut semakin tinggi dan bergulung-gulung.

 

"Ayu, cepat, kita pulang!" seru Wayan, panik.

 

Mereka berlari secepat mungkin menuju rumah. Namun, badai semakin kuat dan hujan deras mengguyur pulau.

 

"Ayu, jangan takut, ya. Bapak di sini," kata Wayan sambil memeluk Ayu erat-erat.

 

Di tengah badai yang mengamuk, Wayan memutuskan untuk pergi melaut mencari tempat berteduh. Ia berjanji akan kembali ke rumah setelah badai reda.

 

"Bapak, hati-hati, ya!" teriak Ni Luh dari dalam rumah.

 

"Tenang, Ibu. Bapak akan segera kembali," jawab Wayan sambil melambaikan tangan.

 

Namun, saat matahari mulai terbenam, badai besar menerjang perahu nelayan Wayan. Gelombang tinggi menerjang perahu, membuat Wayan terhempas ke laut. Ia berjuang keras untuk bertahan hidup, namun badai semakin kuat dan menenggelamkan perahunya.

 

Warga desa panik saat mendengar kabar hilangnya Wayan. Mereka mencari ke seluruh penjuru pulau, namun tak kunjung menemukannya. Akhirnya, mereka menyerah dan menganggap Wayan telah tewas tenggelam. Ni Luh dan Ayu sangat terpukul atas kepergian Wayan. Mereka hidup dalam kesedihan dan kemiskinan.

 

"Ayu, Sayang, jangan sedih. Bapak pasti sudah tenang di surga," kata Ni Luh sambil mengelus rambut Ayu yang kusut.

 

"Tapi, Bu, Ayu ingin bertemu Bapak lagi," jawab Ayu dengan suara lirih.

 

Beberapa bulan kemudian, Ayu mulai menunjukkan perilaku aneh. Ia sering berbicara dengan dirinya sendiri, tertawa tanpa sebab, dan matanya tampak kosong. Ni Luh khawatir, ia membawa Ayu ke dukun desa untuk meminta pertolongan.

 

"Ibu, Ayu kenapa, ya?" tanya Ni Luh kepada dukun desa.

 

"Ayu kerasukan roh jahat, Bu," jawab dukun itu. "Roh itu mendiami laut di sekitar Nusa Penida."

 

"Roh jahat? Apa maksudnya, Pak?" tanya Ni Luh dengan cemas.

 

"Roh itu adalah roh seorang perempuan tua yang telah dibunuh di laut dan dimakamkan di dasar laut," jelas dukun itu. "Roh itu marah dan dendam kepada manusia, sehingga ia menyiksa jiwa-jiwa yang berani memasuki wilayahnya."

 

"Lalu, bagaimana cara mengusir roh itu, Pak?" tanya Ni Luh.

 

"Ibu harus melakukan ritual khusus untuk menenangkan roh jahat itu," jawab dukun itu. "Ibu harus pergi ke pantai dan melakukan ritual sesuai petunjukku."

 

Ni Luh mengikuti saran dukun itu. Ia pergi ke pantai dan melakukan ritual sesuai petunjuk dukun. Ia membakar dupa, menaburkan bunga, dan membaca mantra-mantra kuno. Saat ritual berlangsung, angin bertiup kencang dan gelombang laut semakin tinggi. Ni Luh merasa ketakutan, namun ia tetap melanjutkan ritualnya.

 

"Roh jahat, aku mohon, pergilah! Jangan ganggu anakku lagi!" teriak Ni Luh dengan suara gemetar.

 

Tiba-tiba, dari tengah laut muncul sesosok bayangan hitam. Bayangan itu semakin mendekat dan akhirnya berubah wujud menjadi seorang perempuan tua dengan mata merah menyala dan rambut panjang yang kusut. Perempuan tua itu menggeram dengan suara serak dan menunjuk ke arah Ni Luh.

 

"Kau telah mengganggu ketenangan ku!" teriak perempuan tua itu. "Aku akan menghancurkan hidupmu!"

 

Ni Luh ketakutan dan berteriak meminta pertolongan. Namun, tak ada seorang pun yang datang menolongnya. Perempuan tua itu mendekat dan mengulurkan tangannya ke arah Ni Luh. Ni Luh menutup matanya dan berdoa memohon perlindungan.

 

"Dewa-dewa, tolong lindungi aku!" doa Ni Luh.

 

Saat perempuan tua itu hendak menyentuh Ni Luh, tiba-tiba muncul cahaya terang dari langit. Cahaya itu menyinari perempuan tua itu dan membuat tubuhnya terbakar. Perempuan tua itu menjerit kesakitan dan akhirnya menghilang ke dalam laut.

 

Ni Luh membuka matanya dan melihat cahaya itu telah menghilang. Ia merasa lega dan bersyukur telah selamat dari serangan roh jahat itu. Ia yakin bahwa cahaya itu adalah tanda bahwa dewa-dewa telah melindunginya.

 

Sejak kejadian itu, Ayu kembali normal. Ni Luh dan Ayu hidup bahagia kembali, meskipun Wayan tak kunjung ditemukan. Mereka percaya bahwa roh Wayan telah tenang dan berada di alam baka.

 

Namun, legenda tentang roh jahat di laut Nusa Penida tetap hidup di kalangan penduduk setempat. Mereka selalu berhati-hati saat melaut dan selalu menghormati laut sebagai tempat tinggal para roh. Mereka percaya bahwa laut menyimpan misteri yang tak terpecahkan dan penuh dengan bahaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun