Sampailah aku di muara nalarku tentang cinta. Di bagian ini, ingin aku ceritakan kisah tentang Seokarno yang menikahi anak HOS Cokroaminoto, Inggit Garnasih, yang tidak lain adalah ibu kosnya sendiri yang kemudian menjadi istri pertamanya. Atau kisah lain Soekarno yang menikahi Fatmawati yang tidak lain adalah muridnya sendiri.
Dari dua kisah yang sebut di atas, apakah kau berpikir bahwa soekarno gila? Tidak memikirkan apa yang akan dikatakan oleh orang sekitarnya? Atau lebih dari semua itu?
Akan kuceritakan lagi tentang kisah cinta perdana menteri pertama Republik Indonesia, Sutan Sjahrir, yang menikahi seorang perempuan, yang tidak lain adalah bekas istri sahabatnya (bahkan teman satu kosnya ketika menuntut ilmu di negeri Belanda).
Dari kisah Sjahrir di atas, apakah kau berpikir bahwa ia telah gila karena menikahi mantan istri sahabatnya sendiri?
Aku ingin lantang mengatakan bahwa Soerkano dan Sjahrir tidaklah gila. Tetapi nalar kitalah yang tidak bisa membaca nalar mereka. Kau pasti tahu, bahwa sesuatu itu terkadang tidak bisa terlihat bukan hanya karena ia terlalu gelap, tetapi juga kadang karena ia terlalu terang. Begitulah kondisinya. Aku yakin bahwa Soekarno dan Sjahriri lebih mengerti makna cinta daripada aku, kau, dan kita semua.
Lantas, tidak pernahkah kau berpikir tentang kisah Muhammad SAW. Yang menikahi Aisya ra. yang pada saat itu masih berusia relatif muda. Yang kemudian membawa banyak komentar di kalangan banyak orang karena Rasulullah mempersunting perempuan usia muda.
Jika aku merujuk pada kisah Soekarno, Sjahrir, dan Muhammad. Maka kugariskan benang merah bahwa cinta yang susbtansi adalah cinta yang tidak menghiraukan cibiran orang kebanyakan selama itu masih dalam koridor kebenaran. Lantas mengapa kita harus malu dan minder kepada yang lain ketika kita berdiri pada titik kebenaran cinta? Lagipula, kita semua tahu bahwa semua orang punya masa lalu. Namun tak ingatkah kita dengan kalimat BJ Habibie kepada Ainun: ”Masa laluku adalah milikku. Masa lalumu adalah milikmu. Namun masa depan, adalah milik kita berdua.”.
#Wallahualambissawaf#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H