“Oh, suka Barcelona ya?” kata gadis muda pada Faiz.
“Kalau mau bisa disablon, Pak,” kata penjualnya, “disablon nomor punggung dan nama pemain yang disukai.”
Faiz tampak ragu.
“Nomor dan namanya sama persis dengan aslinya,” imbuh penjualnya lagi. “Ini contohnya,” diperlihatkan sebuah kaus yang sudah disablon dengan nomor 10 dan tertulis nama, Messi.
“Berapa harganya?”
“Delapan puluh ribu, Pak. Kalau sama sablonnya sembilan puluh ribu.”
Ah, sepertinya janjiku pada Faiz akan tunai.
“Nomor berapa, Dik?” tanya penjualnya pada Faiz.
“Sembilan,” kata Faiz. Sepertinya dia senang.
“Wah, suka Suarez, ya?” katanya sambil menyuruh Faiz untuk menentukan kaus mana yang akan ia pilih dari beberapa pilihan. Gadis muda itu menemani Faiz memilih kaus dan menemaninya menunggui penjualnya menyablon kaus itu.
Aku tertegun karena tadi aku hampir menumpahkan kekesalanku pada anak yang memang belum tahu apa-apa selain meminta. Padahal ada tempat lain yang menyediakan keinginan Faiz. Faiz ternyata tak mempermasalahkan kaus dengan harga berapa, ia hanya peduli dengan gambar centangnya.