Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Psikolog

18 Juni 2016   20:24 Diperbarui: 18 Juni 2016   20:30 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memang mulanya saya bisa menerima kenyataan. Meski kami harus menjual dua rumah sekaligus, beberapa petak sawah, dan dua mobil. Meski gaji saya dan suami saya dipotong delapan puluh persen setiap bulan untuk menutupi kekurangannya, saya terima asal suami saya tidak dipenjara dan dipecat. Tapi sesuatu yang disembunyikan suami saya dari saya itulah yang membuat saya histeris."

"Apa yang disembunyikan suami anda dari anda?"

"Dia menikah siri dengan kekasih lamanya. Bisa ditebak, kan, untuk apa uang negara yang di gelapkannya itu?"

"Kapan tepatnya rahasia suami anda itu terungkap?"

"Sejak semuanya habis dijual, kami kembali menumpang di rumah orang tua saya. Dengan sisa potongan gaji yang tak seberapa, kami harus hidup seadanya agar bertahan sampai seluruh uang yang disalahgunakan suami saya terlunasi. Beberapa waktu saya memang berhasil meyakinkan diri saya bahwa itu semua mungkin cobaan. Tapi terkadang jiwa saya merasa sulit untuk melihat itu sebagai cobaan. Seseorang bersalah dan harus bertanggung jawab itu adalah sebuah konsekuensi. Cobaan itu jika suami saya tak bersalah, tapi harus bertanggung jawab. Faktanya, suami saya bersalah. Lama-lama saya merasa bodoh menganggap itu sebagai cobaan dan yakin jika ada sesuatu yang tersembunyi yang melatarbelakangi tindakan suami saya. Jelas latar belakang itu bukan saya, karena saya bukan penuntut, kami hidup dengan wajar."

"Tadi anda bilang, anda harus menjual dua rumah, dua mobil dan beberapa petak sawah. Sebagai PNS, anda dan suami saya cukup kaya."

"Ya, dua rumah itu yang satu adalah rumah saya yang dibangunkan ayah saya, dan rumah suami saya dari ayahnya. Satu mobil kami hasil kami menabung, dan mobil yang lain adalah mobil ayah mertua saya. Kalau sawah, itu adalah warisan kakek saya dan kakeknya suami saya."

"Begitu ya..."

"Saya akhirnya tak bisa menahan diri lagi untuk memaksa suami saya berterus terang, untuk apa uang negara yang jumlahnya milyaran itu diselewengkan."

"Dia mengakui?"

"Mulanya tidak, tapi ketika saya mengancam akan memaksa ayah saya membiarkan polisi memenjarakannya, akhirnya dia buka mulut. Dia mengakui jika dia menikah siri dengan kekasih lamanya. Ia menggunakan uang kantor untuk membiayai kehidupan rumah tangga rahasianya sedikit demi sedikit hingga terkumpul sedemikian banyaknya. Ia beralasan istri sirinya menuntut rumah, mobil, perhiasan, dan semuanya. Saya merasa seperti ingin mati saja mendengar pengakuannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun