Dari luar terlihat bak orang kaya, tapi sejatinya sedang melakoni nasib kelas menengah. Tak kaya, tak miskin, tapi kredit terus.Â
Salah satu faktor lain yang bikin siklus keuangan Bu Minah senantiasa tak naik-naik adalah tanggung jawab pada keluarga besarnya sendiri.
Label anak sulung sudah punya mobil dan sudah punya rumah, buat Bu Minah layaknya dinas sosial bagi mereka. Bantu adik bantu sepupu bantu keponakan hingga donatur untuk acara adat dan kemasyarakatan di desanya.Â
Dari luar terkesan berkecukupan, tetapi aslinya ya dibilang cukup ya cukup, dibilang kurang ya memang kurang juga.Â
Waktu berlalu hingga lebih dari sepuluh tahun akhirnya menyadarkan Bu Minah lewat satu kejadian di kantor. Bu Minah sedang kepepet. Berada di kondisi BUC (Butuh Uang Cepat). Solusi pertama yang muncul di kepalanya adalah minta kompen alias top up pinjaman.Â
Maksudnya kredit yang sedang berjalan sisa sekian bulan itu mau dilanjutkan lagi untuk dikurangi dengan plafon pinjaman baru.Â
Bu Minah berharap lancar seperti sebelum-sebelumnya tapi mobilnya yang tahun 2012 ternyata tak bisa lagi dijaminkan.Umur kendaraan sudah lebih dari delapan tahun.Â
"Maaf Ibu, tak bisa karena usia unit sudah tak masuk," demikian disampaikan padanya.Â
Bu Minah terhenyak. Bangkit dari kursi lalu pamit dan keluar kantor menuju parkiran. Pulang dengan satu-satunya mobil kesayangan yang di tahun 2012 lalu dibeli dengan uang muka dari hasil jual sawah keluarga.Â
Bu Minah gamang. Bila satu perusahaan pembiayaan sudah menolak karena mobil dianggap sudah tak layak, ada kemungkinan ditolak juga oleh perusahaan sejenis.Â
Kini tak bisa lagi sepenuhnya bersandar pada mobil itu sebagai sumber pinjaman cepat. Mau dijual harganya sudah pasti turun. Kalau pun dijual, dengan cara bagaimana lagi dia harus beli mobil baru padahal banyak kebutuhan yang lain.Â