Ketika laptop dan android jadi properti wajib para siswa sekolah, itu dibarengi dengan kebutuhan akan paket data agar siswa bisa mengakses.Â
Naiknya harga BBM dan biaya hidup, secara tak langsung akan berpengaruh pada nominal kesejahteraan tenaga pendidik.Â
Adalah lumrah bila gaji guru di sekolah swasta berbeda dengan penghasilan pengajar di sekolah negeri.Â
Jangan tanya lagi bagaimana dengan tenaga honorer. Selama bekerja saya punya banyak nasabah yang berprofesi honorer di SD,SMP dan SMA yang penghasilan dibayar per tiga atau enam bulan.Â
Sudah dipending sekian bulan, eh jumlahnya juga tak seberapa. Endingnya bisa ditebak. Angsuran macet.Â
Kalau pun akhirnya lunas, itu ditempuh dengan berdarah-darah. Alias pinjem sodara atau pinjam ke pinjol tuk menutupi.Â
Ujung-ujungnya, pengajuan calon nasabah honorer, hanya bisa disetujui asalkan punya usaha atau penghasilan lain yang dilampirkam dengan dokumen legal.Â
Itu baru soal kesejahteraan pengajar dan perangkat teknologi. Sekarang mari pindah ke status sekolah demi eksistensi dan gengsi.Â
Saya ingat di kota kelahiran saya dulu jaman sekolah. Meski statusnya itu ibukota propinsi, SMA negeri cuma ada tiga untuk tiga kecamatan.Â
Jadi lulusan SMP-SMP di kecamatan A disarankan ke SMA negeri di wilayah A. Demikian juga wilayah B dan C.Â
Meski pada jaman itu, pilihan masuk SMA negeri A,B atau C ditentukan dari syarat NEM (Nilai Ebtanas Murni).Â