“Mon Dieu! Kamu mabuk. Cahyo pasti akan marah kalau tahu kamu seperti ini!”
“Zut! Dia tidak mencintaiku, dia lebih memilih mengejar karirnya daripada aku!” Aku mendengar suaranya bergetar. Dia mulai terisak.
Aku teringat dengan ucapanku padanya tadi, wanita memang selalu mendahulukan perasaannya daripada akal sehat!
Sophie terus mendesakku dengan dadanya, hingga aku terhempas ke atas tempat tidurnya, tubuhnya menimpaku. Tiba-tiba… Byuuurrr!!!
Aku tersentak dan terbangun dari mimpi. Aku seperti terguyur hempasan gelombang air laut di pantai Kuta.
Setelah sadar dari mimpi, ternyata aku tidak sedang berada di Pantai Kuta atau pantai manapun, tapi di atas tempat tidurku sendiri. Aku melihat Sophie berdiri di hadapanku sambil memegang gayung.
“Hah?!” Aku memandang wajahnya lekat-lekat, lalu kupandangi tubuh sintalnya dari atas hingga ke bawah. Dia menjadi salah tingkah dan langsung menegurku.
“Kenapa kamu memandangku seperti itu? Tidak biasanya…”
“Oh, sorry!” Aku buru-buru memalingkan wajah.
Sophie tersenyum. “Maaf, aku terpaksa membangunkanmu dengan air. Aku sudah membangunkanmu dengan sopan, tapi kamu tidak bangun juga. Barusan kamu mengigau.”
“Mengigau?”