Ibarat magnet yang kedua kutubnya saling tarik-menarik, kita jadi sulit terpisahkan, bahkan semenit pun!
Pada saat itulah aku benar-benar merasa bahagia. Pernah menyaksikan hamparan Edelweis yang cantik di Gunung Rinjani?
Nah, kurang-lebih itulah perasaan yang sama persis dengan yang kualami kini: "takjub", "gairah", dan "syukur".
Namun, Keiko, saat kita sedang menikmati kebahagiaan, ada saja orang yang kurang senang. Selalu saja ada orang yang merasa iri hati dan berusaha menghancurkan kegembiraan kita.
Pernah aku mengusir penumpang di tengah jalan lantaran ia terus saja menghinamu, Keiko. Ia bilang kalau aku sudah sinting karena telah membawamu bersamaku, dan ia juga menghina penampilanmu di depanku.
Aku naik pitam. Aku marah kau dilecehkan sedemikian rupa. Maka, aku menepikan mobil tiba-tiba.
"Enyah saja kau!" Aku membentak dengan suara keras diiringi suara klakson mobil di belakangku.
Ia pun keluar seraya membanting pintu mobil.
Aku hanya ingin memberinya "pelajaran" untuk menghargai orang lain. Bukankah di negara ini, kita hidup bareng-bareng, cari makan bareng-bareng, dan tinggal bareng-bareng juga?
Makanya, kita harus belajar menghargai, belajar menghormati sesama.
Namun, Keiko, persoalan tadi ternyata "melahirkan" masalah yang jauh lebih besar karena belakangan aku mengetahui kalau penumpang yang kudamprat itu menuliskan kekecewaannya di blog, semacam Kompasiana, dan tulisannya ternyata menjadi viral!