Oalah!
Beginilah deritanya menjadi sopir taksi online. Penumpang yang tersinggung mudah menyebarkan kemarahannya lewat media, dan seketika itu juga, karierku sebagai sopir "tamat".
Seminggu kemudian, akun taksi online milikku "dibekukan", dan aku memutuskan berhenti menjadi sopir taksi.
Selain itu, sejumlah wartawan juga mendatangiku, mewawancaraiku, dan tentunya mengambil fotoku. Awalnya aku merasa biasa-biasa saja. Justru aku merasa kalau itulah satu-satunya kesempatan buat menjelaskan cerita yang sebenarnya.
Namun demikian, akhirnya aku menjadi risih juga. Apalagi ada seorang wartawan yang mengambil foto Keiko yang sedang telanjang secara diam-diam di losmen tempat dia menginap.
Sewaktu memergokinya, aku murka. Aku merebut kameranya, membantingnya hingga hancur, dan menghadiahi wajahnya sebuah bogem mentah.
Wartawan itu jatuh terjerembab, lalu lari pontang-panting. Esoknya kabar bahwa aku "menganiyaya" wartawan masuk koran halaman pertama!
Aku pun membawa Keiko kabur bersamaku. Sekarang suasana sedang gawat, sedang genting. Makanya, semuanya terlihat sebagai ancaman, sebagai musuh.
Aku bermobil sejauh-jauhnya. Namun, sejauh apapun jarak yang sudah kutempuh, tetap saja, aku sulit kabur dari karmaku.
Seminggu kemudian, aku mendapat pesan whatapp dari istriku bahwa Yura masuk rumah sakit! Ia menyilet lengannya sendiri di kamar mandi, dan istriku memintaku segera datang ke rumah sakit.
Astaga!