Aku berdiri di sana, bingung harus percaya atau tidak.
"Kalau kamu mau coba," katanya sambil menunjuk ke belakang. "Ada pintu di sana. Kadang Dia nongkrong di belakang."
Aku berjalan menuju pintu belakang itu, berharap menemukan sesuatu. Tapi yang ada hanyalah lorong gelap yang penuh dengan bau sampah. Aku berdiri di sana, memegang kotak kue ini seperti orang bodoh, bertanya-tanya apa yang sedang kulakukan dengan hidupku.
***
Di belakang bar, ada lorong gelap yang berbau seperti sampah basah dan sesuatu yang mati. Di sana aku menemukannya: seorang pria dengan kaus yang robek di bagian pundak, duduk di lantai dengan lutut yang ditarik ke dadanya.
Dia melihatku dan tersenyum kecil. "Kamu bawa itu untukku?" tanyanya, suaranya serak seperti suara seseorang yang sudah lama tidak bicara.
Aku menyerahkan kotak itu tanpa berkata apa-apa. Dia membukanya perlahan, mengambil sepotong kecil, lalu memasukkannya ke mulut.
Rasanya ada sesuatu yang berubah di udara saat itu, sesuatu yang tidak bisa kujelaskan, seperti dunia ini sedang berhenti untuk mengamati apa yang sedang terjadi.
Dia mengunyah dengan tenang, lalu berdiri dan menepuk bahuku. "Terima kasih," katanya, sebelum berjalan pergi, menghilang di lorong seperti kabut yang menguap di bawah matahari.
Aku berdiri di sana lama setelah Dia pergi, memandang kotak kosong di tanganku, bertanya-tanya apakah aku baru saja bertemu Tuhan atau hanya seorang pria lapar.
Tapi mungkin itu sama saja.