"Lihat," kataku akhirnya. "Aku nggak tahu di mana Tuhan tinggal. Aku nggak pernah dapat alamat-Nya."
Pria itu tersenyum tipis, sebuah senyuman yang seolah mengatakan, Oh, ini bagian yang menarik. "Tuhan ada di tempat yang tidak kita cari," katanya. "Dan aku yakin kamu tahu di mana itu."
***
Aku berjalan menyusuri trotoar dengan kotak kue itu di tangan, merasa seperti seorang kurir yang sedang mengantar pesanan paling aneh di dunia. Aku tidak tahu harus ke mana. Tapi setiap langkah terasa seperti teka-teki yang mendekatkan aku pada jawaban yang tidak kumengerti.
Di sudut jalan, aku melihat seorang anak kecil sedang duduk di pinggir trotoar, mengunyah sesuatu. Gigi depannya hilang, membuat senyumnya terlihat seperti senyuman kelinci.
"Hei," panggilku. "Kamu tahu di mana aku bisa menemukan Tuhan?"
Dia menatapku, lalu pada kotak kue di tanganku. "Tuhan suka kue rasa stroberi," katanya sambil menunjuk ke arah jalan utama. "Coba ke toko permen di sana. Dia sering mampir kalau lapar."
"Toko permen?" Aku mengernyit.
Dia mengangguk, sambil memasukkan sesuatu ke mulutnya. "Tapi hati-hati. Kadang Dia nggak bayar."
***
Toko permen itu kecil, hampir tidak terlihat dari luar. Lonceng di pintu berbunyi saat aku masuk, dan seorang pria tua dengan celemek yang penuh noda berdiri di belakang meja. Aku menunjukkan kotak kue itu padanya.