"Lebih rapat lagi. Persembahanku kali ini akan memberikan kenikmatan paling puncak."
Eva mengatupkan kedua tingkap matanya. Membiarkan wajahnya yang ranum pepaya terbakar matahari. Telinganya diistirahatkan atas desau angin, gedebur gelombang, dan celoteh orang-orang di pantai. Ia hanya mendengar gerakan tangan suaminya yang memahat patung pasir.
"Sekarang, buka matamu!"
"Sudah selesai?"
"Lihatlah!"
Eva membuka matanya. Betapa bahagia. Karena, paras patung itu seanggun zamrud. Tetapi, ia heran. Mengapa Adam tidak menandai dengan lingga atau yoni.
"Mengapa matamu terbaca aneh? Kau tak berkenan?"
"Aku suka."
"Lantas?"
"Patung ini laki atau perempuan?"
"Kau menghendaki berkelamin apa, Va? Kalau laki, akan aku letakkan lingga di bawah pusarnya. Kalau perempuan, akan aku tandai karya ini dengan yoni sebagai rahasianya."
"Aku suka laki. Agar ia serupa pelaut yang berani menerjemahkan badai dengan jiwa karang."