Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Patung Pasir

10 April 2018   04:56 Diperbarui: 10 April 2018   05:17 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
footage.framepool.com

"Sesuatu yang tak ubahnya semalam. Seusai sepasang mata ini terpejam, kau merayap seperti ular yang akan memberikan kenikmatan khuldi?"

"Bukan itu yang akan aku persembahkan kepadamu."

"Lantas?"

"Bukankah kau bersedia aku nikahi sesudah lima tahun memujaku sebagai pematung? Bukankah kau suka patung?"

"Jadi?" Eva sejenak terdiam. "Kau akan membuatkanku patung?"

Adam mengangguk. Tertawa lepas tatkala menyaksikan istrinya yang sontak merentangkan kedua tangannya serupa sayap burung. Terbang melintasi bebunga bakung. Tidak jauh darinya.

"Wujudkan segera, Dam! Aku tak sabar. Bukankah mas kawin yang kau berikan padaku hanya layak datang dari manusia lumrah? Cincin emas pengikat jari. Kalung emas pengikat leher. Sesungguhnya aku kurang berkenan saat itu." Eva berteriak dari balik gerumbul pandan.

"Baik, sayang. Bergegaslah kemari!"

Eva berlari-lari kecil ke arah Adam. Berdiri di sampingnya. "Patung, mas kawin yang tak ternilai harganya. Bukan di depan penghulu, melainkan di hadapan Tuhan yang serasa hadir di antara kita. Sebagai saksi abadi."

"Demi kau, akan aku ciptakan satu patung lagi. Segera pejamkan matamu!"

"Seperti semalam?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun