"Perkosalah aku!"
"Apakah orang semacamku punya potongan seorang pemerkoas?"
"Pencuri mana mengaku dirinya pencuri? Akui saja kalau Tuan ingin bercinta denganku! Perkosalah aku dengan nafsu singa menggaglak kijang betina! Aku suka itu, karena berahiku akan mendidih. Mengapa Tuan ragu? Apakah Tuan jengah bercinta di kursi ini, di mana orang-orang akan menyaksikan kita? Kita bisa melakukan di dalam toilet. Tuan pasti menyukainya! Bukankah amis tubuhku yang bercampur pesing toilet akan menggelegakkan gairah berahi Tuan? Cepat lakukan, Tuan! Tak perlu basa-basi!"
Kelakian Palasara sontak senasib pisang goreng di dalam kulkas. "Aku tak akan memerkosamu. Aku ingin mencintaimu dengan sepenuh jiwa."'
Lara ngakak. Hingga seluruh penumpang yang semakin rapat menutupi lubang hidungnya itu berang. Mereka serentak berdiri. Mengusir perempuan itu. Demikian pula lelaki berambut cepak, bertubuh tegap mirip atlit binaraga, dan mengenakan seragam perwira. Ia menarik pistol dari sarungnya. Terselip di ikat pinggangnya. "Lemparkan perempuan itu keluar dari kereta!"
"Tidak!" Palasara bangkit. "Kalian tidak berhak mengusirnya. Apalagi melemparkannya. Menyentuh tubuhnya pun tak boleh. Ia adalah kekasihku. Pertama, dan terakhir."
"Tidak peduli apakah ia kekasihmu, pujaanmu, bidadarimu." Perwira mengarahkan moncong postol itu tepat di kening Lara. "Kalau tidak segera kau keluarkan ia dari gerbong ini, peluruku akan meremukkan batok kepalanya."
"Manusia mesin! Seharusnya anda melindungi perempuan ini dari ancaman orang-orang itu. Bukannya berpihak pada mereka yang selalu menyemprot busuk jiwanya dengan parfum pilihan!"
"Lancang sekali mulutmu. Aku tak sedang main-main. Peluruku pasti mampu mengantarkan perempuanmu itu ke dasar jahanam paling hina. Tempat yang penuh sesak dengan gagak-gagak bermata api dan berparuh setajam ujung bayonet." Perwira menarik pelatuk pistol. Dor.... Lara terkulai di sandaran kursi kereta. Batok kepalanya pecah. Wajahnya berlumuran darah. "Aku tidak sedang main-main bukan?"
Tidak ada tindakan yang dilakukan Palasara, selain mendekap tubuh Lara yang terkulai berdarah itu dengan sepenuh cinta. "Lara, aku mencintaimu!"
"Sungguh?"