Sejenak lelaki menghiruphembuskan napas panjang. Membebaskan perasaan gugupnya. Menyembunyikan jati dirinya sebagai play boy klithikan. Berlagak sebagai seorang resi. Orang suci yang ditahtakan cantrik-cantriknya sebagai wali Tuhan. Penyelamat mayapada yang memandang manusia sejajar di hadapan Sang Maha Raja Semesta. "Kita sederajat di sisi-Nya. Bukankah demikian?"
"Betapa luhur jiwamu. Siapa nama Tuan?"
"Palasara. Nona?"
"Lara. Lara Amis."
"Apakah nama itu diberikan oleh ayah..., atau ibumu?"
"Bukan! Nama itu diberikan oleh orang-orang, yang tahu kalau aku lahir bukan atas nama cinta. Melainkan dengan berahi ayahku bajingan Rembulan dan ibuku pelacur Ilalang. Berahi yang selalu mereka gembalakan di samping rongsokan gerbong, rel, dan wc umum. Selepas senja hingga ambang subuh paling sunyi. Jelas?"
"Ya." Palasara mengambil permen cokelat dari saku bajunya yang terseterika. "Permen?"
"Aku tak suka permen."
"Roti keju?"
"Tidak. Terima kasih."
"Lantas?"